SOLOPOS.COM - Seorang warga melintas di Lapangan Tegalrejo Kuncoro yang dibangun sebelum Pilkades Tegalrejo, Gondang, Sragen, Rabu (2/10/2019). (Solopos/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Heru Setyawan tak bisa menyembunyikan kekesalannya saat ditanya tentang hasil Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Tegalrejo, Kecamatan Gondang, Sragen, Kamis (26/9/2019) lalu.

Sebagai petahana, Heru merasa sudah melakukan yang terbaik untuk membangun desanya. Namun, saat pemungutan suara, Kamis lalu, dia tumbang dengan selisih 89 suara dari pemenang pilkades tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Masih ada yang jor-joran Rp100.000-Rp200.000. Satgas [Anti-money Politics] tidak berkutik. Ya, saya kalah dengan silih 89 suara,” ujarnya dengan nada emosional saat ditemui Solopos.com, Rabu (2/10/2019).

Dana desa (DD), alokasi dana desa (ADD), dan bantuan keuangan khusus (BKK) itu, menurut Heru, tidak ada pengaruhnya. Ia melihat masyarakat tidak mengerti kebaikan dan tidak butuh program, tidak butuh prestasi, tetapi tahunya duit.

“Tegalrejo yang dulu terbelakang sekarang maju. Pembangunan ora umum. Mumet aku,” ujar dia.

Seorang warga yang tinggal di Jalan Bontit-Tunggul, Dukuh Pilangsari, Desa Tegalrejo, Kecamatan Gondang, Sragen, Siswo Diharjo, 67, bercerita tentang Pilkades Tegalrejo.

“Pak mantan kalah. Pak Joko [Joko Prasetyo] yang menang. Mantan kalah itu karena ada anggota DPRD yang tidak suka terus ngobrak-abrik [merusak] suara. Di sisi lain, masyarakat sini itu tidak mikir hasil pembangunan yang dilakukan mantan [petahana], seperti gedung futsal ada tiga lokasi dan per kebayanan ada, ada bumi perkemahan, lapangan, talut jalan, dan seterusnya,” ujar Siswo kepada Solopos.com, Rabu.

Di Tegalrejo ada tiga calon kepala desa (cakades), yakni Joko Dwiyanto (nomor urut 1), Joko Prasetyo (nomor urut 2), dan Heru Setyawan (nomor urut 3). Petahana Heru Setyawan mendapat suara 1.014 suara sedangkan Joko Prasetyo mendapat 1.103 suara atau selisih 89 suara.

Bagi Siswo, petahana cukup bermasyarakat tetapi masyarakat tidak menyadarinya. Bahkan Heru sempat membangun atap balai desa yang ambruk pada 15 Juni 2019 lalu dengan dana pribadi senilai Rp120 juta.

Pembangunan itu selesai pada Juli 2019 lalu. Pembangunan ruang pertemuan balai desa dilakukan secara swadaya.

Siswo hanya bisa berharap cakades yang terpilih nanti lebih baik dan tinggal di Tegalrejo sehingga pelayanan masyarakat bisa maksimal.

Di Gondang, dari delapan desa yang menggelar pilkades serentak, hanya dua desa yang petahananya bertahan, yakni Desa Tunggul dan Desa Kaliwedi. Petahana di enam desa lainnya tumbang, yakni Glonggong, Gondang, Wonotolo, Tegalrejo, Srimulyo, dan Bumiaji.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya