SOLOPOS.COM - Ilustrasi Pilkades (JIBI/dok)

Pilkades Sragen, kalangan legislator khawatir potensi konflik Pilkades bakal makin besar dengan adanya aturan baru.

Solopos.com, SRAGEN — Ketua DPRD Sragen Bambang Samekto khawatir potensi konflik horizontal makin besar dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa (pilkades) serentak pada 6 Desember mendatang. Kekhawatiran itu muncul menyusul adanya aturan baru dalam pesta demokrasi di tingkat desa tersebut.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Pilkades serentak nanti ada aturan baru. Masyarakat perlu beradaptasi dengan aturan itu. Kalau aturan baru itu tidak disosialisasikan dengan maksimal, saya khawatir menimbulkan gejolak di masyarakat,” ujar Totok, sapaan akrabnya, kala berbincang dengan Solopos.com, Selasa (18/10/2016).

Beberapa aturan baru dalam pilkades serentak antara lain dibolehkannya warga dari luar desa mendaftar sebagai calon kepala desa (cakades) selama berstatus sebagai warga negara Indonesia (WNI). Para cakades juga tidak akan ditampilkan dalam satu panggung.

”Saya tidak mempersoalkan aturan yang membolehkan warga luar daerah bisa mendaftar cakades. Aturan itu sudah sesuai amanat undang-undang. Kalaupun ada warga luar yang berminat mendaftar cakades, saya pikir kecil peluang untuk memenangi pilkades. Masyarakat biasanya memilih putra daerah sebagai calon pemimpin mereka. Putra daerah kemungkinan besar unggul karena kedekatan hubungan emosional dengan warga,” kata Totok.

Totok mendukung aturan yang menyebut semua cakades tidak ditampilkan dalam satu panggung. Menurut dia, aturan itu lebih manusiawi demi menghormati cakades yang kalah.

”Kalau cakades itu kalah, dia tidak perlu malu di depan umum. Kadang ada warga yang meminta cakades kalah turun dari panggung. Mereka tidak menghormati yang kalah,” jelas Totok.

Aturan baru yang membuat Totok khawatir ialah digelarnya pilkades di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) di satu desa. Dia menilai setiap perhelatan pilkades cukup rawan terjadi konflik horizontal.

Bahkan, kata Totok, kerawanan konflik itu lebih tinggi dibandingkan pemilihan legislatif, gubernur, bupati, hingga presiden. ”Antarpendukung cakades itu bisa jadi adalah tetangga mereka sendiri. Bahkan satu keluarga bisa beda pilihan. Mereka bertarung dalam medan yang sempit. Potensi konflik horizontal sangat terbuka lebar. Saya khawatir sulit mencari warga yang mau jadi panitia di TPS. Mereka akan berpikir dua kali untuk maju sebagai panitia di TPS karena tingginya potensi konflik horizontal itu. Tapi, mudah-mudahan itu hanya kekhawatiran saya,” jelas Totok.

Berkenaan dengan itu, Totok berangkat ke Jakarta untuk berkonsultasi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Selasa. Dia berharap ada solusi yang bisa menjawab kekhawatiran akan potensi konflik dalam pilkades serentak nanti.

”Sekarang saya sudah di Jakarta untuk berkonsultasi dengan Kemendagri menyangkut masalah ini,” jelas Totok.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya