SOLOPOS.COM - Ilustrasi petugas menata bilik suara Pilkades (Dok/JIBI/SOLOPOS)

Ilustrasi petugas menata bilik suara Pilkades. (Dok/JIBI/SOLOPOS)

Pelaksanaan pemilihan kepala desa (pilkades) di 277 desa secara serentak di Kabupaten Klaten diwarnai praktik terlarang yang dilakukan sejumlah tim sukses calon kepala desa (cakades). Praktik bagi-bagi uang untuk menggalang dukungan politik atau money politic terkuak di sejumlah desa.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Sejumlah warga mengaku menerima amplop berisi uang dari tim sukses salah satu cakades. Jumlah uang yang dibagikan bervarisasi, mulai dari Rp30.000/orang hingga Rp100.000/orang. Beragam tanggapan pun muncul dari warga menyikapi praktik money politic tersebut.

Ekspedisi Mudik 2024

“Kalau saya memilih menerimanya. Saya turuti keinginan tim sukses untuk memilih calon yang dimaksud,” ujar warga Cawas yang enggan disebutkan namanya kepada Solopos.com, Kamis (11/4/2013).

Sumber tersebut mengaku mendapat uang Rp100.000 dari tim sukses salah satu cakades di desanya. Namun dia dan beberapa warga lainnya tidak mempermasalahkannya. Baginya, urusan pemenuhan kebutuhan sehari-hari lebih utama daripada urusan lain.

“Saya sudah punya anak dan istri mas. Saya berkewajiban memberi nafkah. Mumpung ada yang baik hati memberi uang. Kan tidak baik menolak rizeki,” paparnya.

Sementara itu, Panitia Pencalonan dan Pengangkatan (Palona) Pilkades Ngering, Kecamatan Jogonalan, mengaku sudah mendapatkan laporan dari warga tentang praktik money politik yang terjadi Rabu (10/4/2013) malam.

“Praktik itu terjadi pada pukul 23.00 WIB. Seharusnya waktu itu sudah tidak ada kegiatan penggalangan dukungan kepada salah satu kades. Namun aturan itu ternyata dilanggar tim sukses salah satu cakades,” papar anggota Palona Desa Ngering, Mawardi, saat ditemui Solopos.com di balaidesa setempat.

Besarnya uang yang dibagi-bagikan kepada warga sekitar mencapai Rp30.000/orang. Jika dibandingkan dengan praktik money politic di desa lain, angka tersebut terbilang kecil. Dia menduga hal itulah yang mendasari warga untuk melaporkan praktik money politic tersebut kepada palona.

“Barangkali karena kurang besar sehingga warga memilih tidak menerima dan melaporkan. Yang jelas, praktik money politic itu dilarang. Saya menganggap warga sudah sadar akan aturan hukum sehingga memilih melaporkan praktik itu kepada kami,” terang Mawardi.

Mawardi mengaku sudah membahas temuan praktik money politic kepada sesama anggota palona dan pengurus Badan Permusyawaratan Desa (BPD) malam itu juga. Berdasarkan musyawarah tersebut, masalah tersebut diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Namun begitu, palona mempersilakan cakades lain membawa kasus ini ke jalur hukum jika merasa dirugikan.

“Sementara masalah ini kita anggap selesai. Namun jika ada pihak-pihak yang merasa dirugikan, jalur hukum bisa ditempuh,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya