SOLOPOS.COM - Ilustrasi Pilkada (JIBI/Bisnis Indonesia/Rahmatullah)

Pilkada Sukoharjo digelar tahun ini.

Solopos.com, SUKOHARJO — Dinginnya suhu politik menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sukoharjo karena dominasi calon bupati (cabup) incumbent, dinilai berpotensi memunculkan barter kepentingan. Hasil dari barter tersebut terbentuknya cabup-cawabup boneka.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kondisi itu mungkin terjadi untuk menjamin pilkada tetap bisa berlangsung sesuai jadwal yang telah ditentukan, 9 Desember mendatang. Hal itu disampaikan Pengamat Hukum dan Politik dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, M. Jamin, saat dihubungi Solopos.com, Minggu (14/6/2015).

Dia menyayangkan tidak adanya tokoh lain selain Wardoyo Wijaya yang muncul untuk mewarnai demokrasi di Sukoharjo. Padahal, waktu menuju pendaftaran pasangan cabup-cawabup di Komisi Pemilihan Umum (KPU) kian sempit. Untuk diketahui, KPU Sukoharjo menjadwalkan pendaftaran cabup-cawabup pada 26-28 Juli mendatang.

Menurut dia kondisi itu terjadi lantaran tidak ada tokoh lain yang merasa dapat menandingi kekuatan Wardoyo, politikus PDIP yang juga Bupati Sukoharjo. Di sisi lain Pilkada tidak akan dapat dilangsungkan sesuai jadwal jika tidak ada pasangan cabup-cawabup lain yang ikut berkompetisi.

Hal tersebut melahirkan anggapan-anggapan liar jika ada pasangan cabup-cawabup mendadak muncul menjelang berakhirnya batas waktu pendaftaran. Artinya, calon itu maju bertarung terkesan dengan persiapan sekadarnya. Masyarakat bakal memandang cabup-cawabup itu merupakan rekayasa semata bentukan pesaing incumbent yang telah melakukan barter kepentingan. Cabup-cawabup boneka dibentuk untuk memuluskan Pilkada agar tetap bisa digelar sesuai jadwal.

“Menurut saya anggapan seperti tidak salah. Anggapan itu sulit dihilangkan meski sebenarnya tidak ada pihak yang menciptakan calon boneka,” papar dosen di Fakultas Hukum UNS tersebut.

Namun bisa jadi anggapan tersebut benar adanya karena peluang untuk melakukan barter kepentingan sangat terbuka. Lawan politik incumbent bisa saja melobi dengan meminta sesuatu dengan jaminan pihaknya akan membentuk cabup-cawabup boneka. Mau tidak mau incumbent akan memenuhinya. Sebab jika tidak, pilkada akan ditunda hingga batas waktu yang belum ditentukan. Hal itu sebagaimana diatur Pasal 89 Bab IX PKPU No. 9/2015 tentang Pencalonan dalam Pilkada.

“Kondisi ini memang dilematis. Di satu sisi demokrasi akan mandek jika hanya ada pasangan cabup-cawabup. Sedangkan di sisi lain masyarakat masih menginginkan pemimpin yang pada periode sebelumnya memang dipandang relatif bagus. Kondisi seperti ini terjadi di pula di daerah lain, seperti saat Jokowi [Joko Widodo] sebagai calon wali kota tidak memiliki pesaing berarti dalam Pilkada Solo 2010,” imbuh Jamin.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya