SOLOPOS.COM - Seorang warga mengamati tahapan Pilkada yang terletak di samping spanduk berlogo Pakde Slemi, Rabu (2/6/2015). (JIBI/Harian Jogja/Bernadheta Dian Saraswati)

Pilkada Sleman untuk maskot diprotes karena dinilai bias gender.

Harianjogja.com, SLEMAN-Maskot atau logo Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sleman diprotes. Aktivis perempuan menilai maskot burung bersorjan itu bias gender.

Promosi Selamat Datang Kesatria Bengawan Solo, Kembalikan Kedigdayaan Bhineka Solo

Protes puluhan perempuan yang tergabung dalam organisasi Narasita dan Aliansi Perempuan Sleman untuk Kebijakan Responsif Gender disampaikan dalam audiensi bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sleman, Rabu (24/6/2015).

Menurut ketua Narasita Renny Anggriana Frahesty, burung Punglor yang didesain menggunakan sorjan lurik, blangkon, jarit, dan dilengkapi nama Pakde Slemi (Sleman Memilih) itu dinilai bias gender. Ia menganggap atribut yang dipasangkan berkonotasi pada laki-laki. Bahkan mereka berpikir, maskot ini mengarah pada pemilih laki-laki dan memilih laki-laki.

“Ada indikasi ketidaknetralan penyelenggara dalam Pilkada di Sleman. Panitia Pengawas Pemilu tidak bekerja dengan baik karena telah membiarkan maskot dilaunching,” jelasnya.

Atas keberatannya itu, Narasita mendesak tiga hal. Pertama, mendesak KPU Sleman segera mencabut dan membatalkan kebijakan terkait maskot. Kedua KPU Sleman memperhatikan partisipasi masyarakat perempuan dan laki-laki untuk memillih dan dipilih dan ketiga, Panwaslu diminta bekerja cermat dalam pengawasan.

Menanggapi desakan itu, Ketua KPU Sleman Ahmad Shidqi menjelaskan bahwa penggunaan maskot burung punglor merupakan hasil konsultasi dengan Humas Pemkab dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sleman.

Dalam SK Bupati No.3/1999, kata Shidqi, burung punglor menjadi maskot fauna di Sleman. Oleh karena itu, burung ini pun digunakan sebagai maskot yang kemudian dilengkapi dengan busana Jawa laki-laki untuk mencerminkan khas Sleman.

“Ada dua ciri khas Sleman. Salak dan Gunung Merapi. Tapi masa salak dikasih tangan sama kaki. Kan enggak lucu,” tuturnya.

Sementara terkait nama Pakde Slemi sendiri, awalnya hanya akan diberi nama Slemi saja. “Tapi aneh kalau hanya Slemi. Maka atas usulan teman-teman dipanggil Pakde Slemi untuk sebutan akrab spontan,” imbuhnya.

Ia menegaskan bahwa penggunaan kata Pakde Slemi tidak memiliki maksud apapun. Tak ada maksud untuk mengunggulkan salah satu jenis kelamin apalagi calon dengan jenis kelamin tertentu karena sampai sekarang KPU belum menerima calon bupati.

Shidqi menegaskan bahwa untuk mengubah maskot, tidak bisa dilakukan karena akan menambah anggaran. KPU hanya bisa menghilangkan nama Pakde dalam maskot itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya