SOLOPOS.COM - Petugas Satpol PP mencopoti alat peraga kampanye yang terpasang di pinggiran Jl. Sukowati, tepatnya di kawasan Beloran, Sragen, Kamis (2/7/2015). (Moh. Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Pilkada Sleman menimbulkan banyak pelanggaran pemasangan alat peraga, penyebabnya diklaim karena alat peraga KPU terlalu sedikit

Harianjogja.com, SLEMAN-Pekan lalu Satuan Polisi Pamong Praja (Sarpol PP) Sleman menggelar penertiban alat peraga kampanye (APK). Dari ratusan APK yang berhasil diturunkan, pelanggaran terbanyak dari pasangan calon (paslon) Sri Purnomo-Sri Muslimatun (Santun).

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Berdasarkan catatan Satpol PP, jumlah APK ilegal milik pasangan nomor urut satu, Yuni Satia Rahayu-Danang Wicaksana ada 38 buah. Terdiri dari rontek, stiker, spanduk hingga baliho. Sementara milik Paslon Santun mencapai empat kali lipatnya yakni 191 APK.

APK ilegal tersebut merupakan hasil penertiban di tiga wilayah. Sleman barat yang mencakup Kecamatan Godean, Moyudan dan Gamping; Sleman tengah meliputi Sleman, Tempel dan Mlati; dan Sleman timur mencakup Kecamatan Ngaglik, Depok, Cangkringan dan Turi.

Dari sekian banyak APK tersebut, tidak ada satupun APK yang dipasang di rumah pemenangan masing-masing calon. “Tidak ada rekomendasi dari Panwaslu,” kata Kepala Bidang Ketentraman dan Ketertiban Satpol PP Sleman, Eko Suhargono, Minggu (18/10/2015).

Padahal sebelumnya pihak Panwaslu sudah menegaskan bahwa APK yang dipasang sendiri oleh paslon di rumah pemenangan maupun kantor partai, dinyatakan melanggar aturan dan harus diturunkan.

Terkait penertiban ini, Yuni sebagai salah satu kandidat Bupati Sleman merasa dirugikan karena APK tersebut bertujuan membantu sosialisasi KPU terkait Pilkada Sleman. Hal itu dilakukan karena melihat APK yang dipihaki KPU sangat terbatas dan tidak menjangkau ke semua wilayah. Belum lagi ditemukan APK yang rusak.
“Mau mbenerin dikira kita yang sengaja merusak. Kita juga bingung harus gimana,” keluhnya.

Tak jauh berbeda diutarakan lawan politiknya, Sri Purnomo. Meski ia sudah tahu bahwa memasang baliho non-KPU di rumahnya merupakan pelanggaran, ia masih enggan untuk menurunkannya. “Lha kita ini kan ingin bantu KPU sosialisasi. Lima baliho se-Kabupaten Sleman itu jelas sedikit sekali,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya