SOLOPOS.COM - ilustrasi (JIBI/dok)

Pilkada serentak yang akan digelar akhir tahun nanti diharapkan keikutsertaan masyarakat tinggi. 

Kanalsemarang.com, SEMARANG-Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Tengah menyatakan masyarakat kampus penyumbang golongan putih (golput) terbesar pada pemilihan kepala daerah (pilkada).

Promosi Siasat BRI Hadapi Ketidakpastian Ekonomi dan Geopolitik Global

Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Kehumasan KPU Jawa Tengah (Jateng) Wahyu Setiawan mengatakan tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi tingkat partisipasi dalam pilkada.

”Dari hasil survei saya lakukan tentang partisipasi pilkada ternyata masyarakat kampus paling banyak yang golput,” katanya pada seminar nasional Peran Mahasiswa dan Media Sebagai Pengawas Partisipatif Pilkada 2015 yang digelar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jateng dan Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang di Semarang, Rabu (28/10/2015).

Masyarakat kampus dengan tingkat pendidikan labih tinggi, lanjut dia, bersikap kritis terhadap calon kepala daerah. Bila calon dinilai tidak sesuai kriterai mereka akan golput. Sikap kritis imbuh dia, juga ditunjukkan masyarakat di perkotaan yang kebanyakan berpendidikan tinggi sehingga angka golput di kota tinggi dibandingkan di desa.

”Partisipasi masyarakat desa datang ke tempat pemungutan suara [TPS] untuk memberikan suara pada pelaksanaan pilkada masih tinggi,” ungkap Wahyu.

Menurut doseh Untag Semarang Romli Mubarok tingginya partisipasi pilkada di desa karena adanya mobilisasi terhadap masyarakat.

”Masyarakat desa dimobilisasi untuk datang ke TPS dengan imbalan uang,” ujar dia.

Wahyu mengakui mobiliasi masyarakat masih mendominasi kehadiran ke TPS. Kendati menurut dia tidak semuanya karena faktor uang.

”Mobilisasi untuk datang ke TPS bisa dilakukan tokoh masyarakat setempat,” tukas dia.

Wahyu menambahkan politik uang dalam pilkada berwajah ganda, karena di satu sisi musuh demokrasi, tapi pada sisi lain mampu menggerakan masyarakat datang ke TPS. Sekretaris Jenderal Bawaslu RI Gunawan Suswantoro mengatakan menghapus politik uang dalam pilkada sangat sulit karena tingkat perekonomian masyarat di daerah belum sejahtera.

”Politik uang dalam pilkada masih tinggi, karena faktor ekonomi masyarakat masih miskin,” ujar dia.

Langkah antisipasi yang dilakukan Bawaslu untuk mencegah praktik politik uang dalam pilkada, ujar Gunawan dengan melakukan sosialisi kepada masyarakat bahwa suap adalah pidana di mana pihak yang memberi dan menerima bisa dihukum. ”Kami terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat menerima uang suap dalam pilkada bisa dihukum pidana penjara,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya