SOLOPOS.COM - Komisioner KPK non aktif, Bambang Widjojanto saat memberikan materi saat Stadium general Tipologi Korupsi dan Tantangan Gerakan Anti Korupsi di Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Senin (16/11/2015). (Harian Jogja/Joko Nugroho)

Pilkada serentak yang diikuti calon kepala daerah incumbent harus diawasi

Harianjogja.com, SLEMAN – Komisioner KPK non aktif, Bambang Widjojanto mengingatkan pemilih aktif mengkritisi Pilkada yang bakal dilakukan serentak di Indonesia pada 8 Desember mendatang. Salah satunya dengan mengkritisi para calon incumbent.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Hati-hati dengan calon incumbent. Sebab dari 300 daerah yang bakal menggelar pilkada 170 calon adalah incumbent. Ini menunjukkan 60% adalah calon incumbent. Perlu disoroti anggaran daerah tersebut dengan cermat,” kata Bambang saat Stadium general Tipologi Korupsi dan Tantangan Gerakan Anti Korupsi di Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Senin (16/11/2015).

Bambang menambahkan pergerakan ini makin tidak Nampak karena Komisi Pemilihan Umum menerapkan pembatasan sosialisasi. Dengan demikian bisa saja calon incumbent diam-diam memanfaatkan programnya untuk biaya politik

“Sebenarnya maksud KPU bagus, namun kejahatan selalu menemukan bentuk modus operandi baru. Hal ini yang perlu diantisipasi khususnya dana desa, indikasi dana bansos meningkat hingga penyerapan anggaran yang kurang dari satu setengah bulan pasti jarang terkontrol,” kata Bambang.

Bambang mengajak pemilih untuk mencatat performa dan rekam jejak para calon. Termasuk mencatat program kerja mereka dan bisa diminta kontrak politik agar nantinya bisa ditagih.

“Pemilih aktif harus melakukan ini. Jangan sampai hanya diam dan ikut dalam arus saja. Bikin kontrak-kontrak politik dengan para calon, agar nantinya bisa ditagih. Jika tidak sesuai maka jangan sampai dipilih lagi,” jelas Bambang yang berharap tidak ada kekaisaran politik di Indonesia.

Direktur LBH Jogja, Hanzal Wahyudin mengatakan acara ini sendiri sebenarnya ingin melakukan koordinasi tentang tanggap korupsi di tingkat lokal. Khususnya memetakan korupsi yang terjadi di pusat dan daerah.

“Kami undang akademisi agar tidak hanya mengetahui dari buku saja. Mereka harus ikut dalam penyadaran bahaya korupsi. Gerakan bisa dilakukan melalui komunitas-komunitas,” jelas Hanzal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya