SOLOPOS.COM - Unjuk rasa wali kota dan bupati di Jakarta, Kamis (11/9/2014). (Abdullah Azzam/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, JAKARTA — Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai harus bertanggungjawab atas pengesahan RUU Pilkada menjadi UU yang mengakibatkan mundurnya demokrasi di Tanah Air.

Pengamat hukum tata negara, Refly Harun, mengungkapkan SBY yang saat ini masih menjabat sebagai presiden, harusnya mampu memberikan pandangan atau bahkan mengentikan pembahasan RUU tersebut sebelum disahkan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“SBY itu masih presiden. Bahkan partainya pun punya suara yang mampu memenangkan opsi pilkada langsung. Namun itu gagal dilakukan. Jadi SBY dan partainya paling bertanggungjawab atas mundurnya demokrasi,” kata Refly Harun kepada Bisnis/JIBI, Jumat (26/9/2014).

Jika SBY dan Partai Demokrat benar-benar mendukung opsi pilkada langsung, paparnya, kemunduran demokrasi tidak akan terjadi. “Demokrasi di Indonesia sudah berjalan bagus. Dalam artian telah mengakomodasi suara rakyat dalam pemilihan pemimpin.”

Hal senada diungkap Direktur Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini. “Demokrat harus betanggung jawab, kalaupun 10 persyaratan itu tidak dipenuhi, solusinya bukan pilkadanya oleh DPRD, jangan menwarkan 10 syarat jika tidak ada solusi. Ini bukan masalah 10 syarat, tapi mempertahankan hak rakyat.”

Sementara itu dalam sebuah survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) mencatat mayoritas warga Indonesia menyalahkan Presiden SBY jika RUU Pilkada disahkan. Angkanya, 83,07 % warga menuding presiden paling bersalah jika hak politik warga untuk memilih secara langsung kepala daerah dicabut dan dikembalikan ke DPRD. Hanya 13,41 % publik yang menyatakan SBY tidak dapat disalahkan.

Survei tersebut dilakukan melalui quick poll pada 14—16 September dengan menggunakan metode multistage random sampling dengan 1.200 responden yang berdomisili di 33 provinsi dengan margin of error dari survei itu sebesar +/- 2,9%. Selain survei dilakukan secara kuantitatif, survei tersebut dilengkapi dengan metode analisis media, FGD, serta in depth interview untuk menggali kolom mengapa publik menyalahkan SBY.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya