SOLOPOS.COM - Jokowi dan Mahfud M.D. (Dok/JIBI/Solopos/Antara)

Solopos.com, SOLO — Pakar hukum tata negara yang juga pendiri Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra, memberikan masukan mengejutkan soal polemik UU Pilkada. Yusril menyarankan agar Jokowi mengembalikan RUU tersebut ke DPR. Namun usulan itu dinilai berpotensi membuat Jokowi tenggelam dalam konflik politik berkepanjangan.

Adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, yang mengkritik usulan tersebut. Sebelumnya, Yusril menyarankan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak menandatangi UU Pilkada hingga jabatannya berakhir.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Intinya Presiden gunakan Pasal 20 ayat 5 UUD 1945,”ujar Yusril di akun Twitternya, @Yusrilihza_Mhd, Senin (29/9/2014) malam. “Saran saya SBY tidak usah tandatangani dan undangkan RUU tsb sampai jabatannya habis.”

Yusril juga menyarankan agar Jokowi tidak menandatangi RUU Pilkada tersebut dengan alasan presiden baru tidak ikut membahas RUU tersebut. “Dengan demikian, Presiden baru dapat mengembalikan RUU tsb ke DPR utk dibahas lagi. maka UU Pemerintahan Daerah yg ada sekarang masih tetap sah berlaku,” kicaunya.

Dalam UU Pemerintah Daerah, pilkada masih dilakukan dengan pemilihan langsung. Sehingga jika UU ini masih berlaku, maka pilkada langsung juga masih berlaku. Menurut Yusril usulan itu sudah disampaikannya ke SBY maupun Jokowi.

Selasa (30/9/2014) pagi, Mahfud MD justru menyarankan agar Jokowi tidak memenuhi usulan Yusril itu. Menurutnya, hal itu akan sangat riskan bagi Jokowi. “Yusril sarankan Presiden tak ttd RUU Pilkada n Jkw kembalikan RUU ke DPR. Saran Sy, tak ttd RUU itu boleh, tp klo ngembalikan ke DPR riskan,” kata Mahfud melalui kultwitnya.

Mahfud menilai wajar jika presiden tidak menandatangani RUU Pilkada. Dalam pasal 20 UUD 1945, RUU tersebut tetap sah menjadi UU meski tanpa tanda tangan presiden. Masalah justru akan timbul jika presiden mengembalikan UU tersebut ke DPR.

“Tp kalau Jkw mengembalikan RUU itu ke DPR bisa jd masalah serius. Misalkan DPR menolak pengembalian itu terjadi konflik tolak tarik. Konflik itu bs memancing sengketa kwenangan ke MK. DPR bs berdalil Preisden menggunakan kewenangan dgn melanggar hak konstitusional DPR.”

Jika hal itu terjadi, Mahfud khawatir akan membuka celah untuk impeachment atau penggulingan Jokowi sebagai presiden. DPR bisa menilai Jokowi melanggar hak konstitusional DPR dan ini akan membuka konflik baru. “Sengketa di MK pasti ada yg menang & kalah. Klo DPR menang bs dipakai alasan utk proses impeachment krn pengkhianatan. Negara bs gaduh.”

Di MK, Jokowi bisa saja kalah dan kemungkinan impeachment terbuka. Tapi jika presiden menang dan DPR kalah, maka konflik pun tidak akan berhenti. Bisa saja akan ada aksi balasan yang berlarut-larut.

“Tp klo Presiden yg menang, pd masa2 berikutnya gantian DPR yg tak mau mengirim RUU yg sdh disepakati kpd Presiden shg tak bs diundangkan. Bisa jd juga semua kebijakan yg perlu persetujuan DPR nnti diganjal di DPR shg pemerintahan jd stag. Situasi spt ini sungguh mengerikan,” kata Mahfud MD.

Mahfud pun menyarankan agar pihak-pihak yang tidak setuju RUU Pilkada supaya mengajukan judicial review ke MK. Sementara itu, pihak pengusung opsi pilkada langsung di DPR juga bisa kembali menyusun kekuatan.

“Utk legislative review bisa dimotori oleh PDIP dan koalisinya ditambah Partai Demokrat. Mereka bisa menggalang pengusulan RUU baru.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya