SOLOPOS.COM - Suasana Rapat Paripurna DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/9/2014). (JIBI/Solopos/Antara/Puspa Perwitasari)

 

Harianjogja.com, PURWOKERTO — Guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Paulus Israwan mendukung rencana sejumlah pihak untuk mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Saya sangat setuju jika dilakukan uji materi, karena ‘kita’ dalam 10 tahun ini sudah merasakan apa yang disebut dengan pesta demokrasi oleh rakyat. Nah sekarang pesta itu kemudian tidak ada di rakyat, tetapi pestanya DPRD, sehingga tidak ada lagi pesta yang dilakukan oleh rakyat,” katanya di Purwokerto, Jawa Tengah, Sabtu (27/9/2014).

Ia mengakui bahwa selama ini masyarakat sering mendengar istilah “permusyawaratan dalam perwakilan” yang tercantum juga di dalam Pembukaan UUD 1945.

Akan tetapi, kata dia, sebenarnya hak rakyat tidak semuanya bisa diwakilkan apalagi terkait dengan pemilihan pemimpin.

Menurut dia, dengan adanya pemilihan kepala daerah tidak langsung atau melalui DPRD, berarti tugas DPRD bertambah karena tidak hanya melakukan legislasi maupun mengawasi, tetapi juga memilih calon pemimpin rakyat.

“Sekarang begini, diberi tugas legislasi, setiap awal tahun menyusun prolegda atau program legislasi daerah, misalnya untuk dibuat perda (peraturan daerah), itu saja enggak benar. Kita coba di seluruh Indonesia, target-target prolegda yang sudah direncanakan untuk dibuat perda, ternyata sampai satu tahun anggaran tidak selesai,” katanya.

Selain itu, kata dia, di dalam pengawasan, masih banyak kegiatan-kegiatan pemerintahan yang luput dari pengawasan DPRD sehingga banyak sekali penyimpangan.

“Demikian pula dalam anggaran. Penyusunan anggaran sering kali terjadi perubahan APBD yang perubahannya kadang-kadang sangat jauh sekali dari apa yang telah direncanakan di APBD induk, sekarang ditambah lagi dengan pekerjaan memilih pemimpin meskipun setiap lima tahun,” jelasnya.

Dengan demikian, kata dia, bisa jadi tugas dan fungsi pokok DPRD itu tidak dapat berjalan ketika ada pemilihan kepala daerah karena konsentrasi legislator akan terfokus ke pilkada untuk mencari keuntungan dari kegiatan tersebut.

Kendati demikian, Israwan mengakui bahwa masing-masing sistem, baik pilkada langsung maupun melalui DPRD, ada plus-minusnya.

Akan tetapi untuk memilih pemimpin rakyat terutama di kabupaten yang pemimpinnya harus dekat dengan rakyat, lanjut dia, seharusnya pemilihannya dilakukan langsung oleh rakyat.

“Jarak antara rakyat dan bupati atau wali kota itukan begitu dekat. Oleh karena itu, pemilihannya seharusnya dilakukan langsung oleh rakyat, sehingga rakyat itu betul-betul bisa memilih yang berkualitas, kemudian bupati atau wali kota tahu apa yang diinginkan rakyat,” katanya.

Jika pemilihan tidak langsung, kata dia, akhirnya kepala daerah merasa lebih bertanggung jawab kepada DPRD sebagai pihak yang memilihnya dan mengabaikan apa yang menjadi kepentingan rakyat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya