SOLOPOS.COM - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (kanan) bersama Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat (kedua kanan) memegang roti buaya yang diberikan oleh sejumlah relawan Ahok-Djarot di Balai Kota, Jakarta, Senin (29/8/2016). Roti buaya yang diberikan oleh relawan tersebut bertujuan untuk meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat agar tetap berdampingan untuk kembali maju dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2017. (JIBI/Solopos/Antara/Rivan Awal Lingga)

Pilkada Jakarta bisa dimenangkan Ahok. Namun kemenangan itu dipengaruhi oleh jumlah lawan yang akan menantang Ahok.

Solopos.com, JAKARTA — Pengamat politik dari Charta Politika Yunarto Wijaya menilai faktor penentu kemenangan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat dalam Pilkada Jakarta 2017 adalah berapa pasangan calon yang akan dihadapi.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Kalau kita lihat Ahok akan lebih mudah berhadapan dengan dua pasang calon. Dibanding langsung head to head,” kata Yunarto kepada Bisnis, Rabu (21/9/2016).

Menurutnya, dengan berhadapan dengan dua pasangan calon, suara pemilih akan terpecah. Namun saat hanya berhadapan dengan satu pasangan calon, fenomena asal bukan Ahok akan lebih terasa. Selain itu, apabila Ahok hanya berhadapan dengan satu pasangan calon, artinya dia akan melawan koalisi partai besar. Empat partai pengusung Ahok harus berkerja ekstra melawan enam mesin partai politik lawan.

Ada dua nama yang muncul apabila enam partai, yakni PKS, Gerindra, PAN, Demokrat, PKB, dan PPP bersatu. Pertama Anies Baswedan dan kedua Yusril Ihza Mahendra. Yunarto menduga kuat Anies yang akan dijadikan kuda hitam jika enam partai tersebut bersatu. “Lebih mungkin kalau saya baca pemberitaan dua hari ini Anies Baswedan yang jadi kuda hitam,” ujarnya.

Karena itu, dia menilai jalan kemenangan Ahok dan Djarot belum terbuka lebar. Meskipun saat ini Ahok telah mendaftarkan diri dengan empat partai pengusung, yakni Nasdem, Hanura, Golkar, dan PDIP. Di mana PDIP adalah partai dengan kursi terbanyak di DPRD DKI Jakarta.

PDIP, kata Yunarto, memang perlu diakui memiliki mesin partai yang solid. Partai banteng moncong putih itu dapat menjadi garda terdepan untuk menghadapi isu-isu primordialisme yang mungkin akan dihadapi Ahok dan Djarot.

Namun, harus diingat bahwa faktor partai bukan faktor utama penentu kemenangan. Pilkada menurutnya adalah soal pesona individu. Hal itu yang dapat menjadi titik lemah sekaligus kekuatan Ahok. Di satu sisi, Ahok berhasil mendapatkan tingkat kepuasan publik yang cukup baik. Akan tetapi di sisi lain banyak pihak yang mencibirnya soal gaya komunikasi dan kepemimpinan.

“Apalagi isu sensitif yang mungkin muncul adalah isu SARA [suku, ras, agama, dan antar golongan]. Ketika SARA bersanding dengan Ahok yang dianggap otoriter, [isu itu] akan menjadi titik lemah yang bisa dimanfaatkan lawan,” paparnya.

Kendati demikian, apabila Ahok kembali mendapatkan tingkat kepuasan publik yang cukup baik tahun ini, Yunarto menilai kemenangan Ahok akan terbuka lebar. Sejarah mencatat petahana dengan tingkat kepuasan publik di atas 70% akan dipilih untuk kali kedua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya