SOLOPOS.COM - Din Syamsuddin. (Harian Jogja-Desi Suryanto)

Din Syamsuddin meminta kelompok Tionghoa untuk tidak memanas-manasi situasi Pilkada Jakarta.

Solopos.com, SUKOHARJO — Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, menilai situasi politik dalam Pilkada Jakarta 2017 sangat memprihatikan. Sebab pesta demokrasi rakyat Ibu Kota itu dinilai telah menampilkan sentimen suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), khususnya terkait Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang berbahaya bagi keutuhan bangsa.

Promosi Aset Kelolaan Wealth Management BRI Tumbuh 21% pada Kuartal I 2024

“Karena pada satu sisi, ada umat Islam dengan keyakinan keagamaannya dan dengan suasana kebatinannya sendiri bersikap kontra terhadap gubernur petahana [Ahok]. Di lain pihak [ada yang] menampilkan sikap yang keras. Ringkasnya pola interaktif dialektif ini melibatkan sentimen SARA yang berbahaya. Apalagi menyangkut dua identitas, yaitu ketionghoaan dan keagamaan dalam hal ini Kristen,” kata Din di Kampus Universias Muhammadiyah Surakarta (UMS), Sabtu (24/9/2016).

Din tak sepakat jika tuduhan eksploitasi SARA hanya dialamatkan kepada umat Islam karena dilakukan oleh berbagai pihak. Dia menilai dalam kadar tertentu, hal itu sah-sah saja asal tidak konfrontatif apalagi menimbulkan kekerasan. Baca juga: Ahok Lawan Anies Baswedan & Agus, Pilkada Jakarta Diprediksi 2 Putaran.

Mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini meminta para elite menyadari hal ini karena konflik di Ibu Kota bisa merembet ke daerah. Menurutnya, elite harus arif dan mencegah penggunaan uang dan media massa. Jika itu terjadi, kelompok Islam yang tak berdaya dalam hal finansial dan media, akan beraksi dengan cara lain.

“Nanti kalau terjadi apa-apa, tidak ada satu kekuatan yang bisa menghalangi termasuk polisi dan TNI. Demi keutuhan bangsa, harus ada sosok kenegarawanan, kearifan dari semua pihak,” katanya tanpa menyebutkan kelompok politik mana yang dimaksud menggunakan uang dan media massa itu. Baca juga: SBY “Turun Gunung”, Ahok: Berarti Kelas Saya Pilpres Dong!.

Din juga menyinggung para tokoh nasional yang turun gunung di Pilkada Jakarta. Menurut Din, hal ini tak bisa disalahkan, termasuk Amien Rais yang ikut berkomentar di media massa. “Saya tidak bisa menyembunyikan kekhawatiran ini, sehingga saya juga ikut berbicara pada kawan-kawan Tionghoa agar tidak ada yang memanas-manasi lebih lanjut.”

Din menjelaskan Muhammadiyah cinta pada bangsa dan berwawasan eksklusif pada bangsa ini. Karena itu tidak boleh ada diktator mayoritas tapi juga tidak boleh ada tirani minoritas. Ini menjadi prinsip dasar Muhammadiyah. “Bagaimana caranya? Ini urusan tindakan. Mungkin jika nanti Ahok dan timnya menang, jangan dikira nanti selesai urusan. Atau sebaliknya jika dia kalah, belum tentu urusan berakhir,” papar dia.

Karena itu, dia meminta pada seluruh tokoh menyadari adanya bahaya besar yang dia maksud itu. Intinya, jangan sampai tokoh agama baik kalangan Islam maupun non Islam terseret ke pusaran persaingan Pilkada Jakarta. “Keadaan ini ngeri. Jalan keluarnya harus ada kekuatan penengah. Kekuatan penengah ini harus pada orang yang mempunyai kekuatan kekuasaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Tentu bukan satu orang,” ujar dia.

Karena itu Din ingin bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyampaikan persoalan ini. Dia berharap Presiden menyadari bahwa persoalan DKI ini bukan persoalan sederhana. Din hadir di UMS untuk menghadiri Dies Natalis ke-58 UMS dan peresmian Gedung Induk Siti Walidah. Selain itu hadir pula Ketua Umum Muhammadiyah, Haedar Nashir, dan sejumlah tokoh lain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya