SOLOPOS.COM - Parodi selfie cagub-cawagub Pilkada Jakarta. (Instagram.com)

Pilkada Jakarta dan pilkada serentak sudah marak diwarnai kampanye. Netizen diminta tak terpancing melakukan kampanye hitam.

Solopos.com, JAKARTA — Media sosial (medsos) dinilai sudah kebablasan dan fungsinya telah bergeser dari membuat jaringan pertemanan menjadi media yang asosial bahkan antisosial. Padahal, ada ancaman pidana yang bisa menjerat pembuat dan penyebarnya, seperti dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Promosi Simak! 5 Tips Cerdas Sambut Mudik dan Lebaran Tahun Ini

Hal itu terungkap dalam acara diskusi bertajuk Fenomeda Media Sosial Jelang Pilkada di Gedung DPR, Kamis (29/9/2016). Turut menjadi nara sumber pada acara itu Anggota DPR Masinton Pasaribu, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Rikwanto dan Direktur Eksekutif IndoBarometer Muhammad Qodari.

Anggota DPR Masinton Pasaribu mengatakan bahwa terkait pergeseran fungsi itu pihaknya mengingatkan Polri dan penyelenggara pemilu agar bertindak bijaksana dalam mengawasi media sosial menjelang dan selama pilkada serentak 2017. Pasalnya, penegakkan hukum untuk pelanggaran yang dilakukan lewat media sosial dan media massa membutuhkan keterampilan khusus aparat.

“Jangan sampai aturan yang diberlakukan justru bertentangan dengan aturan lain, yang pada gilirannya membatasi hak bicara dan berpendapat,” ujar politisi dari Fraksi PDIP itu.

Menurutnya ada tiga kategori kampanye melalui media sosial, yaitu kampanye positif, negatif, dan hitam. Perbedaan dan kriteria antara kampanye negatif dan kampanye hitam sangat tipis. Kampanye negatif dibolehkan karena berbasis fakta, sedangkan kampanye hitam tidak berbasis fakta.

Menanggapi hal itu, Kabagpenumdivhumas Polri Kombes Rikwanto menyatakan Polri telah menyiapkan perangkat penugasan bernama Cyber Patrol untuk menghadapi serangan lewat media sosial. “Selain UU ITE dan KUHP, kami juga menerapkan SE Kapolri nomor 6/2015 tentang Hate Speech [ujaran kebencian] terkait SARA, gender, dan orientasi seksual,” ujarnya.

Dia menegaskan peran media sosial yang bisa mempengaruhi opini publik melalui ujaran kebencian sudah sangat mengkhawatirkan. Menurutnya, menghasut, SARA, dan penyebaran kebencian untuk menyudutkan calon tertentu pada pilkada dengan mudah dilakukan lewat media sosial dan tidak mengeluarkan biaya.

Rikwanto mengakui bahwa perkembangan medsos itu luar biasa dan penafsirannya juga luar biasa. Akan tetapi dia menyebutkan aparat terlebih dahulu akan melakukan pendekatan mediasi kalau terjadi dugaan pelanggaran hukum lewat akun yang dimiliki. “Apakah pelanggaran hukum, berlanjut atau tidak, apa tujuannya, untuk menjatuhkan lawan? Itu yang perlu kami selidiki,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya