SOLOPOS.COM - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (kanan) bersama Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat (kedua kanan) memegang roti buaya yang diberikan oleh sejumlah relawan Ahok-Djarot di Balai Kota, Jakarta, Senin (29/8/2016). Roti buaya yang diberikan oleh relawan tersebut bertujuan untuk meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat agar tetap berdampingan untuk kembali maju dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2017. (JIBI/Solopos/Antara/Rivan Awal Lingga)

Ahok tak akan gugur maju dalam Pilkada Jakarta meski seandainya terbukti menistakan agama.

Solopos.com, JAKARTA — Anggota MPR dari Fraksi PKB Lukman Edy menegaskan bahwa kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak akan membatalkan pencalonannya.

Promosi Mudah dan Praktis, Nasabah Bisa Bayar Zakat dan Sedekah Lewat BRImo

Menurutnya, kalau terbukti di pengadilan secara hukum dan diputuskan Ahok melakukan penistaan agama maka pencalonan Ahok tidak bisa bisa gugur. Menurutnya, Ahok hanya akan kena sanksi pidana yaitu denda Rp600.000 hingga Rp6 juta, dan penjara antara tiga bulan hingga 18 bulan penjara.

“Jadi berdasarkan UU Pilkada dan UU Pemilu, yang disebut penistaan agama itu tidak menggugurkan pencalonan. Tak bisa menghalangi pencalonannya sebagai Cagub DKI Jakarta,” ujar politikus tersebut. Baca juga: Diperingatkan MUI, Ahok Minta Maaf Soal Surat Al Maidah 51.

Menurutnya, yang menggugurkan atau calon bisa didiskualifikasi itu kalau melakukan politik uang [money politics] secara terstruktur, sistimatis dan massif [TSM],” ujarnya dalam dialog kebangsaan bertajuk Pilkada Damai dalam Bingkai NKRI di Gedung MPR, Senin (10/10/2016). Hanya saja Lukman berharap Ahok tidak kena pasal pidana tersebut.

Karena itu Lukman meminta kepada seluruh parpol dan masyarakat untuk tidak memunculkan isu SARA dalam Pilkada maupun Pilpres. Apalagi, terbukti dalam berbagai survei dan pendapat pengamat bahwa isu SARA dari pihak lawan tidak bisa untuk mendongkrak suara calon kepala daerah, khususnya di DKI Jakarta. Baca juga: Tak Cuma Tentang “Surat Al Maidah 51”, Ini Isi Peringatan MUI Kepada Ahok.

“SARA tidak mampu mendongkrak suara calon tertentu,” ujarnya. Selain SARA kata Lukman, yang memicu konflik adalah netralitas penyelanggara Pilkada (KPU, KPUD, Bawaslu, dan DKPP).

Kalau keperpihakan penyelenggara pemilu itu terbukti mengandung unsur suap, sejak verifikasi sampai hasil pemilu secara terstruktur, sistematis dan masif maka hal itu termasuk pelanggaran berat, katanya. Dia mencontohkan kegiatan jual-beli suara dan kecurangan lainnya. Campur tangan pegawai negeri sipil (PNS) berupa intervensi dalam Pilkada juga bisa menyebabkan pencalonan kepala daerah gugur dan proses hukum untuk PNS tersebut jalan terus.

“Sedangkan bentuk pelanggaran lainnya yang menyebabkan gugurnya keempat bagi incumbent (petahana) yang petahana dalam pencalonan kepala daerah termasuk akibat tidak cuti sebagaimana ditentukan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya