SOLOPOS.COM - Pasangan Calon Gubernur (Cagub) dan Wakil Gubernur (Cawagub) DKI Jakarta Hidayat Nur Wahid (kiri) dan Didik J. Rachbini (kanan) menyampaikan visi dan misi mereka usai acara Bersih-bersih Kali Krukut, Bendungan Hilir, Jakarta, Minggu (25/3). Partai Amanat Nasional (PAN) secara resmi menyatakan dukungan untuk mengusung pasangan Cagub-Cawagub Hidayat Nur Wahid dan Didik J. Rachbini.

PERKENALAN -- Pasangan Calon Gubernur (Cagub) dan Wakil Gubernur (Cawagub) DKI Jakarta Hidayat Nur Wahid (kiri) dan Didik J Rachbini menyampaikan visi dan misi mereka usai acara Bersih-bersih Kali Krukut, Bendungan Hilir, Jakarta, Minggu (25/3/2012). (JIBI/SOLOPOS/Antara)

JAKARTA – Jokowi ternyata menjadi faktor yang cukup dipertimbangkan dalam peta pertarungan perebutan posisi DKI 1 alias Gubernur DKI Jakarta. Hal ini diakui oleh salah satu pasangan yaitu Hidayat Nur Wahid dan Didik J Rachbini.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Baik Hidayat dan Didik mengaku pasangan Jokowi-Ahok merupakan yang terberat bila dilihat dari kacamata kepopuleran, sementara dari sisi kendaraan partai, Foke dan Alex Noerdin bisa menjadi batu ganjalan. “Jokowi cukup populer terutama di kalangan anak muda. Dia patut diperhitungkan,” ucapnya.

Terpisah, pengamat politik Ari Junaedi memperingatkan calon gubernur dari jalur independen bila terpilih akan mengalami rongrongan dari partai-partai politik di parlemen sehingga memerlukan penyelesaian dengan kompromi politis dan transaksi ekonomis. Itu artinya biaya politik gubernur dari jalur perorangan atau independen lebih besar daripada gubernur dari jalur partai politik, kata dosen pada program Pascasarjana Universitas Persada Indonesia YAI, Jakarta, itu.

“Pengajuan APBD dari gubernur independen akan dirongrong parpol di parlemen yang ujung-ujungnya adalah kompromi politik dan transaksi ekonomi,” kata Ari Junaedi yang kerap menangani strategi pemenangan di Pilkada dan Pilpres. Hal itu dikemukakannya terkait dengan kehadiran dua pasang bakal calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta untuk pilkada Juli 2012 yaitu Faisal Basri danm Biem Benyamin, serta Hendarji Soepanji dan Ahmad Riza Patria. “Ini sejarah bagi Pilkada di DKI Jakarta,” katanya.

Dua pasang bakal calon gubernur dan wakil gubernur di satu sisi menjadi alternatif bagi rakyat pemilih, tetapi di sisi lain biaya politiknya terlalu besar bila kelak mereka terpilih, terutama ketika memperjuangkan program di DPRD, kata Ari yang juga pengajar pada program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang dan Unitomo Surabaya. “Persoalan calon independen baru akan muncul setelah mereka menang dan terpilih,” katanya.

Menurut Ari, peserta dari jalur independen berpeluang menang bila strategi komunikasinya baik dan merawat jaringan suara di akar rumput. Ia mengatakan, di beberapa daerah, calon independen bisa memenangi pemilihan. Namun, ia mengingatkan lagi mengenai besarnya biaya politik jika mereka menang.

Banyaknya calon ke bursa Pilgub DKI Jakarta 2012 menunjukkan sengitnya perebutan posisi strategis ibu kota negara sebagai pijakan menjelang pemilu 2014. Ari berpendapat siapapun yang terpilih hendaknya bisa membawa perubahan kepemimpinan di ibu kota dengan lebih mengutamakan pembangunan yang memanusiakan warganya serta menjadikan Jakarta yang nyaman sebagai rumah bersama bagi semua strata masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya