SOLOPOS.COM - Logo Bawaslu Jateng (bawaslujateng.blogspot.com)

Pilkada Boyolali, Bawaslu menyatakan ketidaknetralan PNS di Boyolali menjadi nomor satu di Indonesia.

Solopos.com, BOYOLALI–Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menegaskan ketidaknetralan pegawai negeri sipil (PNS) di Boyolali masuk nomor satu di Indonesia. Hal itu diperkuat dengan maraknya laporan PNS terindikasi tidak netral di pilkada Boyolali yang dilaporkan ke Panwaslu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Koordinator Divisi Sumber Daya Manusia (SDM), Organisasi, dan Informasi Data Bawaslu, Endang Widatiningtyas, mengatakan Bawaslu sejak awal pelaksanaan pilkada di Boyolali menyatakan rawan terjadi ketidaknetralan PNS. Seiring berjalannya tahapan pelaksanaan pilkada ketidaknetralan PNS di Boyolali terbukti benar.

“Camat sampai dipukul dan disandera warga itu menjadi bukti nyata ketidaknetralan PNS di Boyolali dapat berdampak buruk,” ujar Endang saat ditemui wartawan di Kantor Panwascam Musuk, Rabu (9/12/2015).

Endang mengatakan sebagai sosok pelayanan masyarakat seharusnya mereka memberikan pelayanan baik bukan memberikan contoh negatif kepada warganya. Menurut dia, terjadinya penyanderaan itu merupakan puncak kekesalan warga terhadap mereka yang sudah beberapa kali diperingatkan.

“Kalau birokasi bersikap netral dapat mengurangi gesekan dan mengurangi konflik di lapangan. Apa yang dialami Camat Nogosari, Boyolali, Wagino dapat dijadikan sebagai warning PNS lainnya yang tidak netral,” kata Endang.

Ia mengatakan dari semua daerah yang menggelar pilkada serentak di Indonesia soal ketidaknetralan PNS, Boyolali nomor satu di Indonesia. Sementara untuk rawan terjadi gesekan hasil pilkada Boyolali nomor dua setelah Sragen.

“Kami datang ke Boyolali memantau langsung pelaksanaan pilkada untuk memastikan tidak sampai terjadi gesekan antar pendukung,” kata dia.

Ditanya soal money politic yang terjadi Desa Sidorejo, Musuk, Endang meminta Panwaslu menyelesaikan kasus itu sesuai aturan yang berlaku. Ia meminta kepada pelaku money politic yang diketahui sebagai angota KPPS setempat agar di blacklist.

Sementara itu, Ketua Penitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Boyolali, Narko Nugroho, mengatakan hampir semua 19 kecamatan di Boyolali terindikasi melakukan money politic. Jumlah nominalnya mulai mulai dari Rp50.000/orang sampai Rp150.000/orang. Data Panwaslu lebh dari 20 PNS dilaporkan karena tidak netral.

“Rabu dini hari kami menemuan dugaan money politic di Andong tetapi tidak terbukti. Panwaslu bisa memproses kasus money politic jika ada laporan yang disertai barang bukti,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya