SOLOPOS.COM - Ilustrasi hacking (recodetech.com)

Pilkada 2017 di Kabupaten Pati diwarnai ketidaksinkronan data. Ulah peretas laman Internet?

Semarangpos.com, SEMARANG — Di tengah ramainya perbincangan publik di media sosial mengenai peretasan web KPU pascapencoblosan pilkada serentak, Rabu (15/2/2017), ditemukan ketidaksesuain antara jumlah pengguna hak suara dan total suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Pati.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Setelah dicermati data yang ada di web KPU (pilkada2017.kpu.go.id), ada ketidaksinkronan antara jumlah pengguna hak pilih dengan total suara di 12 kecamatan. Hal ini tentunya berpengaruh pada persentase tingkat partisipasi pemilih di kabupaten itu.

Selain itu, berdasarkan data Hasil Hitung TPS (Form C1) Kabupaten Pati terjadi penambahan jumlah pemilih, semula dalam daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 1.034.256 orang, bertambah menjadi 1.035.663 orang (vide web KPU), atau tercatat ada penambahan sebanyak 1.407 suara.

Jika mengacu pada data di web KPU, tingkat kehadiran pemilih di 2.295 TPS yang tersebar di 21 kecamatan mencapai 68,7% dari total pemilih sebanyak 1.035.663 orang, atau yang menggunakan hak pilihnya sebanyak 711.414 orang. Namun, bila berpatokan kepada DPT, tingkat presensi pemilih lebih tinggi, yakni 68,78%.

Di Kecamatan Gabus, misalnya, jumlah pemilih tercatat 50.636 orang, sebanyak 31.998 orang di antara mereka menggunakan hak pilih di 113 tempat pemungutan suara (TPS). Dengan demikian, tingkat partisipasinya sebesar 63,2%.

Akan tetapi, jika berdasarkan total suara sebanyak 32.256 orang (suara sah 31.651 dan suara tidak sah 705) yang selisihnya sebanyak 258 suara, persentase tingkat kehadiran pemilih mencapai 63,70%.

Selain di Kecamatan Gabus, ditemukan pula ketidakselarasan data pilkada di Kecamatan Batangan. Kendati selisih jumlah pengguna hak pilih dengan total suara hanya 14, tampaknya juga berpengaruh terhadap tingkat presensi pemilih pada 77 TPS yang ada di kecamatan itu. Tercatat jumlah pemilih sebanyak 33.869 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 26.736 orang di antara mereka menggunakan hak pilih. Berdasarkan data ini, tingkat partisipasi 78,9%. Padahal, persentase ini bisa lebih jika menggunakan total suara 26.750—yang terdiri atas 26.289 suara sah dan suara tidak sah 461 suara.

Begitu pula, di Kecamatan Dukuhseti. Tercatat jumlah pemilih di 105 TPS sebanyak 47.743 orang, pengguna hak pilih 32.754 orang, tingkat partisipasi sementara 68,6%. Di kecamatan ini terdapat selisih dua suara, atau lebih banyak daripada 32.756 total suara yang terdiri atas 32.254 suara sah dan 502 suara tidak sah.

Selanjutnya, di Kecamatan Juwana tercatat 71.061 pemilih di 157 TPS dengan pengguna hak pilih sebanyak 54.414 orang, tingkat partisipasi sementara 76,6%. Di Juwana, tidak ada kesesuaian antara total suara (54.421) dan perinciannya. Jika suara sah 53.390 dijumlahkan dengan suara tidak sah 1.028 maka jumlahnya 54.418.

Hal yang sama juga terjadi di Kecamatan Margorejo. Penjumlahan total suara juga tidak sama, yakni tercatat 34.047 suara, padahal suara sah 33.278 plus suara tidak sah 775 sama dengan 34.053 suara. Entah yang dipakai yang mana? Kalau selisih antara pengguna hak pilih (34.231 orang) dan total suara sebanyak 34.047 suara, terdapat selisih 184. Namun, bila menggunakan angka 34.053, selisih antara pengguna hak pilih dan total suara sebanyak 178. Tercatat jumlah pemilih di 98 TPS sebanyak 46.096 orang dengan tingkat partisipasi sementara 74,3%.

Di Kecamatan Kayen dengan 117 TPS terdapat selisih 120 suara, atau lebih banyak jumlah pengguna hak pilihnya daripada total suara. Tercatat jumlah pemilih sebanyak 62.872 orang; pengguna hak pilih 36.621 orang; tingkat partisipasi sementara 58,2 persen; total suara 36.501 (suara sah 35.295 dan suara tidak sah 1.206).

Data pilkada di Kecamatan Margoyoso yang memiliki 131 TPS juga tidak berbeda kondisinya. Tercatat jumlah pemilih 57.076 orang; pengguna hak pilih 39.883 orang; tingkat partisipasi sementara 69,9%; total suara 39.887 yang terdiri atas 38.979 suara sah dan 908 suara tidak sah.

Selisih antara pengguna hak pilih (60.218 orang) dan total suara (60.150 suara) di 190 TPS, Kecamatan Pati, tercatat 68. Adapun jumlah pemilih sebanyak 83.310 orang dengan tingkat partisipasi sementara 72,3%.

Hal yang sama juga terjadi di Kecamatan Sukolilo yang menyediakan 153 TPS bagi 70.102 pemilih. Namun, yang menggunakan hak pilih sebanyak 43.727 orang dengan tingkat partisipasi sementara 62,4%. Jika menggunakan data total suara (44.037 suara), tingkat kehadiran pemilih 62,81%.

Di Kecamatan Tambakromo yang memiliki 102 TPS juga ada temuan yang sama, yakni jumlah pemilih 44.912 orang; pengguna hak pilih 26.544 orang; tingkat partisipasi sementara 59.1%; total suara 26.529 orang (suara sah 25.518 dan suara tidak sah 1.011).

Berikutnya, di Kecamatan Tayu sebanyak 37.362 di antara 54.521 orang yang menggunakan hak pilihnya di 119 TPS. Tingkat partisipasi sementara 68,5% dengan total suara 37.299 (suara sah 36.529 dan suara tidak sah 770).

Di Kecamatan Wedarijaksa dengan TPS sebanyak 109 unit juga terdapat selisih 157 antara pengguna hak pilih (35.359 orang) dan total suara 35.202 (suara sah 34.361 dan suara tidak sah 841). Dengan jumlah pemilih 48.659 orang, tingkat partisipasi sementara 72,7%.

Bukan Ulah Peretas?
Ketidaksesuaian data tersebut diakui Ketua KPU Kabupaten Pati Much Nasich. “Iya, belum dibetulkan, nanti setelah rekap manual di kecamatan kami edit,” kata Much Nasich di Pati, Sabtu (18/2/2017), terkait dengan temuan Kantor Berita Antara tersebut.

Anggota KPU Kabupaten Pati Supriyanto yang menangani Divisi Pemantauan, Pemungutan, dan Penghitungan Suara, Data, dan Informasi menambahkan bahwa pihaknya akan memperbaiki data yang publikasinya melalui web KPU.

Untuk data C1-KWK yang dilakukan entri dan pemindaian (scanning), lanjut Supriyanto, hal itu murni dari TPS yang disajikan apa adanya. Dalam hal ini, KPU Kabupaten Pati tidak mengubah sama sekali data dari TPS.

Ditegaskan pula bahwa mekanisme perbaikan atas kekeliruan, penulisan, penjumlahan, dan lain-lain dilakukan dalam rapat pleno terbuka rekapitulasi hasil penghitungan suara secara berjenjang di Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan KPU Kabupaten Pati yang dihadiri oleh saksi, Panwas Kabupaten Pati, dan masyarakat.

Berdasarkan data hasil perbaikan/rekapitulasi hasil penghitungan suara itu, KPU Kabupaten Pati akan memperbaiki data tersebut. “Masyarakat diharapkan ikut mengawal, semua proses agar tidak terjadi kecurangan, dan hasilnya dapat diterima semua pihak,” katanya.

Pernyataan dua komisioner KPU Kabupaten Pati itu sekaligus menepis isu telah terjadi peretasan terhadap web KPU. Tidak adanya peretasan terhadap web KPU juga dikemukakan oleh pakar keamanan siber Pratama Persadha yang juga Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi atau Communication and Information System Security Research Centre (Cissrec).



Ia mengatakan bahwa peretasan web KPU tidak perlu membuat gusar masyarakat karena Indonesia tidak menggunakan sistem electronic vote atau pemungutan suara dengan sistem digital sehingga tidak akan mengubah hasil perolehan suara.

Semula, diberitakan bahwa web KPU hampir mengalami down yang ditengarai karena aksi peretas yang oleh banyak pihak dianggap sebagai serangan dari pihak luar negeri.

Pratama menegaskan bahwa Indonesia masih memakai cara tradisional dalam pilkada kali ini. Jadi, web KPU hanya sebagai salah satu sarana jembatan informasi, bukan termasuk dalam sistem pemilu itu sendiri.

“Suara sah dihitung dari berkas TPS sampai ke pusat. Jadi, selama berkas dipegang setiap pasangan calon, saya rasa tidak akan ada masalah,” kata Pratama yang pernah sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Pengamanan Sinyal Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg).

Perkuat Keamanan Sistem

Meskipun demikian, Pratama menyarankan agar KPU memperkuat keamanan sistemnya.”Meski tidak menjadi bagian integral sistem perhitungan suara dalam pemilu dan pilkada di Tanah Air, web KPU akan tetap dianggap masyarakat sebagai salah satu rujukan terbaik pelaksanaan dan hasil pemilu,” ucapnya.

Pria asal Cepu Jawa Tengah itu berpendapat bahwa KPU juga sebaiknya melakukan audit keamanan sistem informasi di lingkungannya secara berkala. Ada Lembaga Sandi Negara yang sudah berpengalaman mengamankan sistem informasi milik pemerintah.

Audit keamanan sistem informasi KPU sangat penting, utamanya mengetahui mana saja bagian yang perlu mendapatkan peningkatan keamanan. Selain itu, juga yang penting adalah peningkatan kesadaran keamanan siber di lingkungan KPU, tidak terkecuali para komisionernya.

Serangan yang hampir membuat server KPU down, menurut Pratama, kemungkinan besar adalah serangan dengan menggunakan DDoS (Distributed Denial of Service). Sebuah metode serangan dengan menggunakan ribuan, bahkan jutaan “zombie system” yang mengirimkan paket data secara berulang-ulang sehingga sumber daya komputer atau sistem yang diserang tidak berfungsi.

“Saat server down, praktis sebenarnya tidak ada yang bisa mengubah data, kecuali mempunyai akses fisik langsung terhadap server,” jelasnya.

Pratama menerangkan bahwa saat menggunakan TOR browser, website KPU masih dapat diakses. TOR browser ini bisanya digunakan oleh peretas untuk menyamarkan dirinya di internet. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada filtering terhadap siapa saja untuk mengakses dan menyerang KPU.

Seharusnya KPU dari awal mem-block IP yang berpotensi digunakan oleh peretas untuk mengakses KPU. Di sisi lain, seyogianya KPU sudah melakukan block terhadap tor-exit node yang terdapat dalam https://check.torproject.org/cgi-bin/TorBulkExitList.py?ip=103.21.228.212&port= Serangan terhadap web KPU, menurut dia, tidak akan mengubah hasil pilkada karena setiap pasangan telah mempunyai formulir bukti penghitungan suara. Bahkan, digandakan demi keamanan.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya