SOLOPOS.COM - Ilustrasi Pilkada (JIBI/Bisnis Indonesia/Rahmatullah)

Pilkada 2015 sebagian besar pemilihnya atau 64,5 persen merupakan pemilih otonom atau individualis.

Semarangpos.com, SEMARANG – Sekitar 64,5 persen warga yang menggunakan hak suaranya pada pemilihan kepala daerah serentak, 9 Desember 2015, adalah pemilih otonom dan individualistis.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Jumlah pemilih otonom dan individualistis makin membesar. Maka, kampanye interaktif paling efektif untuk meyakinkan,” kata pengamat politik dari Universitas Diponegoro Semarang Muchamad Yuliyanto dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Evaluasi Pelaksanaan Pilkada Serentak 2015” di Gedung Pers Jateng, Kota Semarang, Jumat (26/2/2016).

Di hadapan peserta FGD yang diselenggarakan Lembaga Pemantau Pemilu (LPP) PWI Jateng berkerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, M. Yulianto mengungkapkan bahwa aroma “jual beli” suara pada pilkada serentak lalu masih kuat dan makin terbuka.

“Pemilih makin menyukai model kampanye dialogis dan intensif dengan pasangan calon meski secara umum menjadi terasa sepi dari ingar-bingar massa di tempat umum,” kata staf pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP Undip itu.

Yulianto yang juga konsultan dan peneliti politik LPSI Jateng mengungkapkan kecenderungan pemilih ketika menentukan pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak terlalu mengikuti anjuran tokoh agama. Bahkan, yang menjadi referensi mereka dalam pertimbangan saat memilih adalah keluarga, perangkat desa, obrolan warga sekitar, pegawai negeri sipil (PNS), dan ketua RT/RW.

Sementara itu, Koordinator Divisi Pencegahan dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Jateng Teguh Purnomo menilai pelaksanaan pilkada di 21 kabupaten/kota relatif berjalan lancar meski terdapat gejolak maupun konflik massa di beberapa daerah, seperti Wonogiri, Boyolali, Pemalang, dan Pekalongan.

“Kendati demikian, hal itu tidak mengganggu atau menunda pemungutan suara serentak,” katanya dalam diskusi yang dimoderatori Ketua PWI Provinsi Jateng Amir Machmud N.S.

Di lain pihak, Teguh mengemukakan kekurangsiapan penganggaran oleh pemerintah daerah di awal-awal tahapan. Hal ini diakibatkan belum adanya kepastian terkait dengan pelaksanaan pilkada lantaran regulasi masih menjadi pembahasan di tingkat pusat.

Ia mengungkapkan pada pilkada serentak 2015 masih relatif banyak pelanggaran yang terjadi dalam pemilihan, khusunya dugaan politik uang dan pelibatan aparatur sipil negara (ASN) yang terjadi pada masa kampanye dan masa tenang.

“Banyak pelanggaran-pelanggaran yang tidak dapat ditindak karena kekosongan sanksi hukum dan keterbatasan waktu penanganan oleh pengawas,” katanya.

Oleh karena itu, dia memandang perlu revisi terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menjadi Undang-Undang atau lebih populer dengan frasa UU Pilkada.

Pembicara lain, Ketua LPP PWI Provinsi Jateng Zainal Abidin Petir meminta partai politik dalam penjaringan bakal calon kepala daerah dan kandidat wakil kepala daerah lebih memperhatikan moralitas dan integritas mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya