SOLOPOS.COM - Ilustrasi pemungutan suara pemilihan umum (JIBI/Solopos/Antara/Irsan Mulyadi)

Pilkada 2015 kemungkinan diramaikan calon boneka.

Solopos.com, SOLO — Kekuatan calon kepala daerah incumbent di Solo, Boyolali, dan Sukoharjo dinilai dominan dalam Pilkada 2015. Hal itu berpeluang memunculkan calon boneka.

Promosi Kirana Plus, Asuransi Proteksi Jiwa Inovasi Layanan Terbaru BRI dan BRI Life

Tiga calon kepala daerah itu semuanya berasal dari PDIP, yaitu Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo, Bupati Boyolali Seno Samodro, dan Bupati Sukoharjo Wardoyo Wijaya. Ketiga petahana itu telah mengantongi rekomendasi DPP PDIP untuk maju dalam Pilkada 2015.

Pengamat politik dari UNS Solo, Didik G. Suharto, menilai posisi incumbent Seno Samodro masih sangat kuat untuk bisa memenangkan Pilkada 2015. Menurut Didik, calon independen Cahyo Sumarso-Yakni Anwar bukan lawan yang seimbang bagi Seno Samodro. Bahkan, dia tak menampik Cahyo Sumarso adalah bagian dari strategi agar tidak terjadi kebuntuan politik menjelang Pilkada 2015.

”Oleh karena itu perlu ada calon alternatif lain yang harus bisa dimunculkan oleh partai lain di luar PDIP,” kata Didik saat dihubungi Solopos.com, Selasa (23/6).

Dia mengakui memunculkan satu figur baru dalam sebuah koalisi memang tidak mudah. Namun, untuk menciptakan demokrasi yang sehat, parpol di luar PDIP harus memunculkan figur alternatif. ”Kalau akhirnya Pilkada Boyolali hanya diikuti dua calon yakni Seno Samodro dan pasangan independen, ya sudah selesai.”

Pilkada Solo
Sedangkan untuk Pilkada Solo, pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Aidul Fitriciada Azhari, berpandangan tidak ada kandidat lain yang bisa jadi kompetitor tangguh bagi petahana F.X. Hadi Rudyatmo. Untuk memenuhi persyaratan formalitas, ujar dia, hanya skenario politik calon boneka yang memungkinkan.

”Saya kira kalau pintunya dari mana itu soal deal politik. KPU hanya melihat syarat administrasi yang harus fixed. Wilayah KPU itu ya prosedural. Ada juga kemungkinan tiga calon. Satu calon di antaranya digunakan untuk memecah suara. Saya menduga itu terjadi. Strategi itu bisa digunakan incumbent untuk memperlemah saingannya,” tutur dia.

Dia mengatakan hasil pilkada ke depan masih dinamis namun PDIP diuntungkan mengingat Presiden Jokowi berangkat dari PDIP. ”Pertanyaannya Jokowi effect masih kuat enggak? Pak Rudy ini kan dari kalangan minoritas membutuhkan keseimbangan keterwakilan dari mayoritas,” kata Aidul.

Pengamat politik dari UNS Solo, Agus Riewanto, melihat peluang calon boneka di PDIP hampir tidak terjadi berdasarkan konstelasi politik terakhir. Agus berspekulasi kemenangan ada di pihak Rudy karena merupakan figur berpengaruh di Solo dengan basis massa PDIP yang kuat. Agus menilai dinamika di internal Koalisi Solo Bersama (KSB) yang masih tarik ulur menunjukkan posisi Rudy sangat diperhitungkan bagi calon KSB. KSB mencalonkan Anung Indro Susanto sebagai calon wali kota.

”Calon boneka itu cenderung ada di KSB. Posisi mereka sebagai kapal membutuhkan material yang besar dalam pilkada. Daripada kalah tidak terhormat ya lebih baik ikut bermain. Indikasi itu saya baca dari perkembangan dan dinamika di KSB yang terlihat tidak cukup serius,” kata mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sragen itu.

Komisioner Divisi Hukum, Pencalonan, dan Kampanye KPU Solo, Nurul Sutarti, menyatakan pintu masuk calon boneka tinggal lewat parpol atau gabungan parpol yang memenuhi persyaratan 20% jumlah kursi atau 25% dari jumlah suara sah pemilu legislatif (pileg) 2014. Pintu jalur independen, kata Nurul, sudah tertutup dan terlambat karena momentumnya lewat.

Pilkada Sukoharjo
Kondisi serupa juga terjadi di Sukoharjo. Dominasi calon bupati (cabup) petahana, Wardoyo Wijaya, dinilai berpotensi memunculkan barter kepentingan. Hasil dari barter tersebut adalah terbentuknya cabup-cawabup boneka. Kondisi itu mungkin terjadi untuk menjamin Pilkada tetap bisa berlangsung sesuai jadwal yang telah ditentukan, 9 Desember mendatang.

Pengamat hukum dan politik dari UNS Solo, M. Jamin, menyayangkan tidak adanya tokoh lain selain Wardoyo yang muncul untuk mewarnai demokrasi di Sukoharjo. Dia menilai kondisi itu terjadi lantaran tidak ada tokoh lain yang merasa dapat menandingi kekuatan Wardoyo.

”Kondisi ini memang dilematis. Di satu sisi demokrasi akan mandek jika hanya ada satu pasangan cabup-cawabup. Sedangkan di sisi lain masyarakat masih menginginkan pemimpin yang pada periode sebelumnya memang dipandang relatif bagus,” imbuh Jamin beberapa waktu lalu.

Sementara itu, PDIP optimistis dapat memenangkan Wardoyo Wijaya . mereka mengandalkan kekuatan riil massa dan elektabilitas Wardoyo yang diklaim sangat kuat. Bendahara DPC PDIP Sukoharjo, Nurjayanto, saat dihubungi Espos, Selasa, menyampaikan kekuatan tersebut menjadi modal penting dalam pilkada mendatang.

”Setelah Pak Wardoyo mendapat rekomendasi dari DPP, kami langsung merapatkan barisan. Internal harus lebih disolidkan. Setelah semua siap baru action di lapangan untuk memenangkan Pak Wardoyo,” kata Ketua DPRD Sukoharjo tersebut.

Ketua DPD II Partai Golkar Sukoharjo versi Munas Bali, Giyarto, tidak memungkiri Wardoyo sangat kuat. Namun, menurut dia kekuatan itu justru dapat membingungkan Wardoyo selaku petahana. Sebab, dalam pilkada mendatang bukan tidak mungkin tidak ada yang berani melawan Wardoyo. Kalau hal itu terjadi pilkada bakal ditunda. (Tri Rahayu/Rudi Hartono/JIBI/Solopos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya