SOLOPOS.COM - Warga Desa Kepatihan, Kecamatan Selogiri, Wonogiri mencelupkan jari ke tinta seusai menggunakan hak pilih di TPS 1 Desa Kepatihan, Minggu (26/5/2013). (Tika Sekar Arum/JIBI/SOLOPOS)


Warga Desa Kepatihan, Kecamatan Selogiri, Wonogiri mencelupkan jari ke tinta seusai menggunakan hak pilih di TPS 1 Desa Kepatihan, Minggu (26/5/2013). (Tika Sekar Arum/JIBI/SOLOPOS)

WONOGIRI–Sebagian besar warga boro atau perantau di Desa Kepatihan, Kecamatan Selogiri, Wonogiri, memilih tidak nyoblos pada pelaksanaan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Tengah, Minggu (26/5/2013).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Padahal jumlah warga boro dewasa di desa tersebut mencapai hampir 50% dari total pemilih Pilgub sebanyak 3.325 orang. Mereka sebagian besar berjualan bakso dan jamu gendong di kota-kota besar, seperti Jakarta dan Bogor.

Warga Desa Kepatihan, Purwanti, saat ditemui Solopos.com, di desa setempat, Minggu, mengatakan sebagian besar tetangganya yang merantau ke kota besar tidak pulang. Menurutnya, Pilgub berbeda dengan pemilihan kepala desa (pilkades). Saat pelaksanaan pilkades, warga rela pulang kampung untuk menggunakan hak pilih mereka. Sedangkan pada perhelatan Pilgub hal itu tidak terjadi.

“Tidak ada rombongan perantau yang pulang. Ya beda. Kalau pilkades kan memilih kepala desanya, langsung ada efeknya ke yang memilih. Kalau Pilgub kan sepertinya tidak ada efeknya,” ungkap dia.

Jemput Perantau

Bukan hanya faktor kedekatan dengan calon yang dipilih, tidak adanya bus yang sengaja disiapkan untuk menjemput perantau juga ikut andil membuat banyak warga boro pilih tidak pulang. Pada Pilkades Desember 2012 lalu, calon kades sengaja menyiapkan delapan unit bus untuk menjemput perantau.

Anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) Desa Kepatihan, Dwi Sartono, mengakui tidak adanya fasilitas bagi perantau itu turut pula membuat warga boro ogah pulang. Bagi warga boro, pulang kampung butuh biaya mahal dan itu hanya akan dilakukan jika betul-betul mendesak.

“Warga di sini, kalau pulang lebih karena ada hajatan di rumah saudaranya daripada untuk nyoblos. Jadi wajar jika banyak yang tidak pulang,” kata Dwi.

Padahal, dia menambahkan pihaknya sudah berupaya meminta keluarga warga boro yang tinggal di desa agar menyampaikan undangan pelaksanaan Pilgub. Namun, Dwi menegaskan baik PPS maupun KPPS tidak bisa memaksa. Sebagai gambaran saat pelaksanaan Pilkades Desember lalu, dengan fasilitas penjemputan saja partisipasi pemilih kurang dari 60%. Apalagi Pilgub yang tanpa fasilitas tersebut.

Banyaknya warga boro yang pilih tidak pulang untuk mencoblos juga diakui Ketua Ikatan Pedagang Bakso Nusantara (IPBN), Dwi Atmanto. Dwi mengatakan sebagian besar pedagang bakso asal Wonogiri anggota IPBN tidak pulang kampung untuk nyoblos. Menurutnya, bagi pedagang, hari Minggu atau hari libur adalah saat untuk mengumpulkan banyak keuntungan. Padahal jumlah pedagang bakso asal Wonogiri ini mencapai puluhan ribu orang, tersebar di kota-kota besar seperti Jakarta dan Medan.

“Saya rasa ya ada yang pulang, tapi sebagian besar yang saya ketahui, tidak. Ya hari libur, mereka pilih cari duit. Kalau di paguyuban tidak ada instruksi apa-apa karena itu kan hak politik masing-masing,” kata Dwi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya