Rabu, 1 Agustus 2012 - 16:07 WIB

PILGUB JATENG: Sudah Saatnya Gubernur Jateng dari Sipil

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sejak era Orde Baru Gubernur Jateng lebih banyak dijabat perwira militer seperti Mardiyanto (foto) dan pendahulunya yaitu Soepardjo Roestam, HM Ismail dan Soewardi. (JIBI/SOLOPOS/Antara)

Gubernur Jateng Bibit Waluyo yang berlatar belakang militer, sebelum ini pernah menjadi Pangdam IV/Diponegoro dan Panglima Kostrad. Menjelang Pilgub Jateng tahun 2013 mendatang ada usulan agar gubernur tak lagi berasal dari militer. (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

SEMARANG – Sudah saat Gubernur Jateng mendatang dipimpin orang sipil, setelah lebih dari tiga dasa warsa dijabat militer. Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, mengatakan gaya kemimpinan militer sudah tak cocok pada jaman reformasi. “Gaya kepemimpinan militer membuat resah dan gelisah para pejabat kepala kabupaten/kota,” katanya kepada wartawan di Semarang, Rabu (1/8/2012).
Advertisement

Kedatangan Neta ke Semarang dalam rangka mempersiapkan diskusi antara IPW dan Indonesia Police Jateng tentang situasai keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) menjelang pemilihan gubernur (Pilgub) Jateng 2013.
Dalam diskusi itu, lanjut ia, selain membahas masalah Kamtibmas juga mendiskusikan tentang sudah saatnya Provinsi Jateng dipimpin gubernur sipil. Alasan gubernur dari orang sipil, ujar Neta, karena dinilai lebih demokratis sehingga bisa melakukan pendekatan sosial ke masyarakat.

”Gubernur Jateng sudah saatnya dipimpin orang sipil, seperti di Provinsi Jawa Timur (Jatim) dan DKI Jakarta yang yang telah dijabat sipil,” ungkapnya. Seperti diketahui sebelumnya sama seperti di Jateng, Gubernur Jatim dan Gubernur DKI Jakarta selalu dijabat dari militer. Untuk itu, ia berharap pimpinan partai politik (parpol) di Jateng dan pusat lebih memperhatikan calon sipil pada Pilgub Jateng mendatang. Hal ini karena dengan kondisi masyarakat Jateng yang beraneka ragam suku bangsa perlu figur gubernur bisa mengayomi semuanya termasuk kepala daerah kabupaten/kota. ”Jangan seperti sekarang kepala daerah kebupaten/kota resah dan gelisah dengan sikap Jateng I [Gubernur] yang bergaya militer serta otoriter,” ujarnya.

Sejak era Orde Baru Gubernur Jateng lebih banyak dijabat perwira militer seperti Mardiyanto (foto) dan pendahulunya yaitu Soepardjo Roestam, HM Ismail dan Soewardi. (JIBI/SOLOPOS/Antara)

Advertisement
Menurut ia, sulit untuk mengubah gaya kepimpinan gubernur dari militer untuk tak otoriter, sebab sudah menjadi karakternya. ”Di mana gaya militer itu disiplin, otoriter dan tegas,” tandasnya. Gaya militer ini, sambung Neta, sudah tidak cocok untuk kepemimpinan Jateng ke depan yang lebih demokratis, bersikap arif. ”Setelah reformasi kepemimpinan militer atau eks militer menjadi kepala daerah perlu dikaji ulang,” katanya.

Dia mengusulkan perlu ada moratorium atau penghentian sementara kalangan militer jangan dulu memimpin karena masih terbawa aroma Orde Baru yang represif. ”Mungkin nanti setelah dua puluh tahun setelah reformasi di militer berjalan bagus, orang militer bisa kembali menjadi kepala daerah,” pungkasnya.

Sementara Ketua Bidang Pemenangan Pemilu DPW PKS Jateng, Hadi Santoso, menyatakan tak bisa melarang militer mencalonkan diri sebagai gubernur. Pasalnya dalam UU Pemerintahan Daerah dan UU Pemilu/Pemilukada setiap warga negara, baik militer dan sipil berhak menjadi kepala daerah. ”Kami tetap mengacu pada ketentuan perundangan yang ada dalam mengusung calon kepala daerah, termasuk gubernur,” ujarnya ketika dimintai komentar Solopos.com. Politisi asal Wonogiri ini, menyerahkan sepenuhnya kepada masyarakat untuk menentukan pilihan pada pilgub Jateng mendatang. ”Biar masyarakat yang menentukan pilihan gubernur dari militer atau sipil,” tandas anggota DPRD Jateng ini.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif