SOLOPOS.COM - Gambar Ahok dihipnotis yang diunggah di situs Teman Ahok. (Istimewa)

Pilgub DKI Jakarta kini bergeser ke polemik pilihan Ahok. Adian Napitupulu mengungkapkan Jokowi tak setuju jika Ahok memilojh jalur independen.

Solopos.com, JAKARTA — Banyak yang mengira Presiden Joko Widodo (Jokowi) setuju Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) maju ke Pilgub DKI Jakarta sebagai calon independen. Namun, cerita politikus PDIP Adian Napitupulu tentang keduanya menunjukkan hal sebaliknya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Adian mengatakan Presiden Jokowi tidak menginginkan Ahok menjadi calon independen. Menurutnya, keinginan Jokowi itu terungkap saat dia mendampingi Jokowi menghadiri pameran foto oleh relawan Jokowi di Jakarta, 1 Mei silam.

“Banyak orang bertanya-tanya tentang bagaimana sikap Presiden Jokowi melihat Ahok. Sebagian besar menafsirkan Presiden mendukung langkah Ahok untuk maju sebagai calon independen, apalagi Ahok memang diketahui punya kedekatan dengan Presiden. Saya pun pernah berpikir seperti itu,” ujar Adian dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (14/6/2016).

Adian mengatakan saat itu dia menyampaikan beberapa hal kepada Presiden. “Sambil melihat-lihat foto saya juga menyampaikan beberapa hal pada Presiden mulai dari BUMN yang didominasi orang-orang lama, hubungan antara DPR dengan mitra kerja yang kurang harmonis hingga harga kebutuhan pokok di pasaran,” kata Adian.

Namun di luar dugaan, Presiden yang sedang melihat-lihat foto, tiba-tiba berbalik menatap Adian dan Ketua Bara JP relawan Jokowi, Sihol Manulang yang ikut mendampinginya. Keduanya mendapatkan pertanyaan tak terduga, yakni soal Ahok. Berikut isi cerita Adian yang disampaikan secara tertulis.

Di luar dugaan, Presiden yang sedang melihat-lihat foto, tiba-tiba berbalik menatap saya dan Sihol Manulang Ketua Bara JP yang ikut mendampingi. Presiden kemudian bertanya, pertanyaan yang tidak saya duga. “Bagaimana Ahok menurut kamu?”

Sihol Manulang menjawab “Susah pak, sombong”. Sementara saya mengatakan, “Saya terserah Presiden dan Partai.” Berikutnya Presiden katakan, “Iya, Ahok susah dibilangin, sudah saya katakan berkali kali, bagaimana ya?”

Setelah itu masih ada beberapa kalimat terkait Ahok yang juga Jokowi sampaikan yang pada intinya saya menangkap Jokowi berkeinginan Ahok tidak maju dari jalur perseorangan karena Jakarta berbeda dengan provinsi lainnya, Jakarta adalah Ibu Kota dan membangun Jakarta butuh kekuatan besar dan dikerjakan bersama-sama.

Lalu saya katakan pada Presiden, “Untuk memenangkan pilkada, Ahok bisa gunakan relawan tapi untuk membangun Jakarta, Ahok butuh DPRD dan DPRD bukan perwakilan relawan tapi wakil rakyat melalui partai dan untuk itu Ahok butuh kerendahan hati.”

Lalu saya lanjutkan, “Apa perlu saya yang bicara ke Ahok, Pak?” Jokowi menatap saya lalu dia menjawab, “Iya iya kamu harus bicara sama Ahok.” Kemudian Jokowi kembali melihat foto-foto yang lain dan membicarakan hal-hal lainnya.

Selesai melihat foto, saya mengantarkan beliau sampai ke depan pintu mobil. Dan sembari masuk ke dalam mobil, Jokowi kembali berkata mengingatkan, “Kamu bicara sama Ahok ya”.

Tanggal 7 Juni 2016 sekitar pukul 21.00 WIB, saya telepon Ahok dan menyampaikan semua yang disampaikan Presiden.

Cerita yang saya sampaikan di atas bisa saya pertanggungjawabkan dan tidak berangkat dari motivasi buruk. Saya sampaikan cerita di atas karena rakyat perlu tahu bahwa benar Presiden Jokowi menyayangi Ahok, tapi Presiden Jokowi jauh lebih menyayangi rakyat Jakarta.

Merangkul relawan serta berjalan bersama partai akan memudahkan Ahok bukan saja untuk memenangkan pilkada tapi memenangkan program-program pembangunan selama 5 tahun di DPRD demi kesejahteraan rakyat Jakarta.

Hakekat kemenangan bukanlah bagaimana mendapatkan kursi tapi bagaimana bekerja sebaik-baiknya dari kursi itu.

Di sisi lain, kerja relawan berakhir saat suara sudah dihitung, tetapi pemenang pilkada mulai bekerja setelah relawan selesai bekerja sementara partai bekerja sebelum, saat pilkada dan setelah selesai pilkada.

Kepemimpinan Jokowi yang rendah hati seharusnya menjadi contoh bagi Ahok. Jokowi sudah menunjukkan bahwa ia bisa saja menolak beberapa keinginan dan desakan partai tapi Jokowi sama sekali tidak pernah menolak keberadaan partai sebagai pilar demokrasi. Dalam Pilpres kemarin, Jokowi mampu mengkombinasikan dua kekuatan, diusung partai dan didukung relawan.

Relawan Jokowi di Jakarta jumlahnya jauh lebih banyak dari relawan Ahok, lebih terorganisir dan lebih teruji militansinya dalam pertarungan pilpres yang sangat keras. Kalau relawan Ahok saat ini mengumpulkan KTP untuk Ahok dari mall ke mall yang sejuk ber-AC, relawan Jokowi saat Pilkada 2012 dan Pilpres 2014 mengumpulkan dukungan dengan menjual baju kotak-kotak di jalan-jalan, di terminal-terminal dan pasar-pasar tradisional.

Jika Ahok berseberangan sikap dan langkah dengan Jokowi sebagaimana keinginan Jokowi yang saya sampaikan di atas, maka tentunya Ahok akan sulit juga bekerja sama dengan Presiden Jokowi, berikutnya yang dihadapi Ahok dalam pilkada ataupun setelah pilkada nanti tidak hanya partai politik dengan ratusan ranting, PAC dan ribuan kader baik yang di DPRD maupun DPR RI, tetapi juga lebih dari puluhan organisasi relawan Jokowi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya