SOLOPOS.COM - Kapten Czi Anumerta Pierre Tendean, gugur pada serangan G 30 S/PKI setelah disangka sebagai Jenderal A.H. Nasution (pinterest.id)

Solopos.com, SOLO — Tahukah Anda? Sosok pahlawan revolusi, Kapten Czi Anumerta Pierre Andries Tendean yang menjadi korban peristiwa G30S/PKI. Sosok ajudan tampan ini gugur karena sempat dikira sebagai Jenderal A. H. Nasution.

Lantas, bagaimana kisah hidup Pierre Tendean? Berikut ini Solopos.com rangkumkan perjalanan hidup Kapten Pierre Tendean yang dilansir dari berbagai sumber.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pierre Tendean dikenal karena ketampanannya. Pierre Tendean ini memiliki darah Prancis. Pierre Tendean lahir di Jakarta, 21 Februari 1939 dari pasangan dokter asal Minahasa, dr. A. L. Tendean dan ibu dari Belanda berdarah Prancis, Maria Elizabeth Cornet.

Sebagaimana dikutip dari kemdikbud.go.id, masa kecil Pierre Tendean dihabiskan di Magelang, Jawa Tengah. Kala itu ayahnya ditugaskan menjadi Wakil Kepala Rumah Sakit Jiwa Keramat di Magelang.

Ekspedisi Mudik 2024

Pierre Tendean kecil dikenal memiliki sifat yang ramah kepada siapapun. Keluarganya dikenal sangat baik dan peduli terhadap lingkungan. Bahkan, pada masa pendudukan Jepang, ayah dan ibu Pierre Tendean membantu persediaan obat-obatan untuk para gerilyawan perang.

Baca Juga : Ini Sosok Jenderal yang Diculik PKI, Salah Satunya Lahir di Sragen

Pierre Tendean mengenyam pendidikan sekolah dasar di Magelang. Pada tahun 1952, Pierre melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Semarang. Lalu pada tahun 1955, Pierre melanjutkan bangku sekolah menengah atas di SMA bagian B Negeri yang kini dikenal SMA Negeri 1 Semarang.

Semasa sekolah, ia berbakat dalam bidang sains dan olahraga. Ia bahkan sering mengikuti pertandingan antarsekolah. Hal itu membuatnya banyak dikenal siswa dari sekolah lain di Semarang.

Tidak Ingin Jadi Dokter

Orang tua Pierre Tendean sempat berharap dirinya melanjutkan pendidikan di bidang kedokteran maupun teknik. Mereka tak ingin anak lelaki satu-satunya itu bergabung sebagai anggota militer sehingga harus mempertaruhkan nyawa.

Pierre Tendean dikenal sebagai anak yang patuh. Namun, dalam hal satu itu keinginannya justru bertolak belakang dengan harapan orang tua. Pierre Tendean ingin menjadi seorang tentara. Satu-satunya yang mendukung cita-cita Pierre masuk ke Akademi Militer (Akmil) adalah kakaknya, Mitzi.

Jenderal A. H. Nasution merupakan kerabat dari keluarganya. A. H. Nasution mengarahkan Pierre Tendean untuk memilih jurusan teknik sehingga ia bisa melanjutkan pendidikan ke ITB ketika mencapai pangkat tertentu. Jadi, Pierre Tendean masih bisa mewujudkan harapan orang tuanya.

Baca Juga : Pengangkat Jasad Pahlawan Revolusi Wafat karena Gangguan Pernapasan

Pada tahun 1958, Pierre Tendean yang saat itu berpangkat Kopral Taruna diberangkatkan ke Sumatera Barat untuk menghadapi Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

Pierre Tendean tak hanya tampan, prestasinya di bidang militer tak perlu diragukan. Pierre didaulat menjadi Komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur 2 Komando Daerah Militer II/Bukit Barisan Medan seusai mengikuti pendidikan Akmil tahun 1962.

Letda Pierre Tendean mendapat panggilan untuk bergabung di Sekolah Intelijen di Bogor pada tahun 1963 karena kecakapannya. Ini merupakan tahap awal sebelum dirinya ditugaskan menjadi pemimpin kelompok sukarelawan yang akan melakukan penyusupan ke Malaysia.

Keberhasilannya memimpin misi intelijen tersebut membuatnya diangkat sebagai ajudan Menteri Koordinator Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata, Jenderal A. H. Nasution. Dari situ, pangkat Pierre Tendean naik dari Letda menjadi Lettu. Dia menjadi ajudan termuda Jenderal A.H Nasution saat itu.

Kisah Cinta Pierre dan Rukmini

Pierre muda juga merasakan indahnya cinta. Ia memiliki kekasih bernama Rukmini. Mereka bertemu kali pertama saat berada di Medan.

Baca Juga : Kuburan Massal Terduga PKI di Grobogan, Lokasinya Ada di Hutan Gundih

Sekian lama menjalin kasih, Pierre Tendean memberanikan diri melamar Rukmini saat mendampingi Jenderal A. H. Nasution melakukan perjalanan dinas ke Medan pada tanggal 31 Juli 1965.

Bahkan, keduanya telah merencanakan pernikahan pada akhir tahun 1965. Namun, rencana tersebut gagal. Suasana politik di Indonesia saat itu tengah bergejolak dan memanas karena PKI.

Sasaran pemberontakan yang kini dikenal dengan G30S/PKI itu sejumlah jenderal, yakni Ahmad Yani, S. Parman, Soeprapto, D. I. Pandjaitan, M. T. Haryono, Katamso, dan A. H. Nasution. Salah satu jenderal, A. H. Nasution berhasil lolos dari peristiwa maut tersebut.

Diceritakan, pada tanggal 1 Oktober 1965, pukul 04.00 WIB, pengawal yang menjaga kediaman Jenderal A. H. Nasution melihat beberapa kendaraan yang ditumpangi segerombolan orang anggota Cakrabirawa.

Menyadari kehadiran orang-orang tersebut istri Jenderal A. H. Nasution, Johana Sunarti, yang tadinya membuka pintu kamar tidur segera mengunci kembali pintu. Ia menyampaikan kepada Jenderal Nasution barangkali mereka yang akan menculik Pak Nas.

Baca Juga : Hari Kesaktian Pancasila Diperingati 1 Oktober, Bukan Hari Libur Nasional



Akan tetapi Jenderal Nasution tidak percaya. Ia justru membuka pintu kamar. Tiba-tiba, peluru ditembakkan secara membabi buta oleh orang-orang yang telah menunggu di depan pintu.

Pierre Tendean Dikira A. H. Nasution

Aksi penembakan tersebut terus terjadi bahkan hingga mengenai putri Jenderal Nasution, Ade Irma Suryani. Istri Jenderal Nasution mencoba melindungi suaminya hingga berhasil lari dan bersembunyi.

Mendengar suara tembakan yang tak kunjung henti, Ajudan Jenderal Nasution, Lettu Piere Tendean dan AKP Hamdan Mansyur pun terbangun. Pierre segera menyiapkan senjata lalu keluar untuk mengetahui apa yang terjadi.

Namun, Pierre disergap oleh gerombolan penculik dan didudukkan di bawah pohon. Meskipun ragu, beberapa dari mereka menyatakan bahwa Pierre Tendean adalah Nasution.

Tak lama, peluit tanda tertangkapnya Jenderal Nasution berbunyi. Gerombolan tersebut segera meninggalkan kediaman Jenderal Nasution dan membawa Lettu Pierre Tendean menuju Lubang Buaya.

Baca Juga : Balai Kota Solo Pernah Jadi Kamp Bagi Ratusan Tapol

Pierre yang disangka Jenderal Nasution tersebut disiksa paling akhir seusai menyaksikan tawanan lain disiksa terlebih dahulu. Perlawanan Pierre Tendean membuat dirinya akhirnya disiksa dan ditembak sebanyak 4 kali dari belakang oleh Kodik, salah seorang anggota Pemuda Rakyat.

Kemudian, jenazahnya dimasukkan ke dalam lubang bekas sumur sedalam 12 meter di Lubang Buaya bersama jenazah perwira Angkatan darat lain. Lubang sumur tersebut ditutup menggunakan sampah kering, batang pohon, dan tanah.

Pada tanggal 4 Oktober 1965, jenazah-jenazah yang tertumpuk di dalam lubang tersebut diangkat. Jenazah Lettu Pierre Tendean berhasil diangkat pada pukul 12.00 WIB. Jenazahnya merupakan yang pertama diangkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pierre merupakan korban terakhir yang mereka masukkan di sumur tersebut.

30 September Ulang Tahun Ibunda

Kejadian tersebut membawa rasa pilu bagi keluarga Pierre Tendean, terutama sang ibu. Tanggal 30 September merupakan hari kelahiran ibunda Pierre Tendean. Pada hari itu, Pierre Tendean seharusnya berada di Semarang untuk merayakan ulang tahun ibunya. Namun, hari itu, Pierre Tendean tak bisa melakukannya. Bahkan, dia tidak sempat memberikan kabar kepada ibunya.

Ibunda Pierre justru harus kehilangan anak lelaki satu-satunya di hari ulang tahunnya. Keluarga Pierre Tendean mendengar kabar duka tersebut melalui siaran warta berita RRI Jakarta pada tanggal 4 Oktober 1965 pukul 19.00 WIB.

Baca Juga : Hutan Larangan Kendal, Saksi Bisu Pembantaian G30S-PKI di Jawa Tengah

Sang kekasih, Rukmini, juga tak kalah sedih. Ia harus rela mengubur perasaannya dalam-dalam. Rencananya bersama Pierre Tendean untuk membangun rumah tangga di akhir tahun harus kandas bersamaan dengan gugurnya Pierre.

Jenazah Pierre dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata keesokan harinya, 5 Oktober 1965. Ia mendapat gelar Pahlawan Revolusi dari Pemerintah Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Presiden/Pangti ABRI/Komando Operasi Tertinggi No.111/KOTI/1965. Pangkatnya juga dinaikkan menjadi Kapten CZI Anumerta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya