SOLOPOS.COM - Prof. Dr. Aidul Fitriciada Azhari S.H., M.Hum membaca naskah pidato saat pengukuhan Guru Besar ke-20 Univesitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) di Auditorium Mohamad Djazman, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Kamis (23/2/2017). (Iskandar/JIBI/Solopos)

Aidul Fitriciada Azhari mengenang guru besar ilmu hukum tata negara Prof Dr. Sri Soemantri saat pengukuhan dirinya sebagai guru besar.

Solopos.com, SUKOHARJO — Pengukuhan Ketua Komisi Yudisial (KY) Prof Dr Aidul Fitriciada Azhari, sebagai guru besar ke-20 Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) di Auditorium Mohamad Djazman, UMS, Pabelan, Kartasura, Sukoharjo, Kamis (23/2/2017) diwarnai isak tangis. Aidul yang semula lancar membaca naskah pidato, sempat terbata-bata menahan tangis haru.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Saya teringat kepada salah satu pembimbing saya yaitu almarhum Prof. Dr. HR Sri Soemantri yang telah meninggal dunia. Karena ketika itu beliau bersedia akan hadir pada pengukuhan saya, tetapi ternyata Allah berkehendak lain sebab beliau telah meninggal lebih dahulu,” ujar Aidul ketika ditemui wartawan seusai pengukuhan kemarin.

Aidul Fitriciada Azhari dikukuhkan menjadi guru besar ilmu hukum Fakultas Hukum (FH) UMS. Hadir pada acara tersebut sejumlah pejabat pusat seperti Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat, mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan, politikus senior Akbar Tanjung, dan sebagainya.

Sementara itu, Wapres Jusuf Kalla dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang semula dijadwalkan sebagai bagian pejabat yang hadir, tidak terlihat. Namun, karangan bunga mereka dan pejabat lainnya seperti ikut berderet memenuhi halaman kampus UMS.

Menurut Aidul, selain Sri Soemantri, dirinya juga berterima kasih kepada Bagir Manan, Jimly Ashidiqie, Muhammad Mahfud MD, dan tokoh-tokoh yang bersedia menjadi peer review karya ilmiahnya sebagai syarat pengajuan usulan guru besar. Dia juga berterima kasih kepada seluruh guru sejak sejak SD dan SMP di Kawalu dan SMAN 1 Tasikmalaya yang disebutnya telah banyak berjasa. Dia juga berterima kasih kepada orang tua, istri, dan anak-anaknya yang menjadi semangat hidup hingga menyelesaikan tesisnya.

Dalam pidato berjudul Dekolonisasi dan Demokratisasi dalam Konstitusionalisme Indonesia: Tafsir Poskolonial terhadap Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945, Aidul berbicara tentang demokrasi Indonesia. Keberhasilan UUD 1945 mendorong proses demokratisasi pada 1998 dapat dipahami sebagai perwujudan nilai-nilai poskolonial dalam UUD 1945, dalam pengertian sejalan dengan cita-cita demokrasi para pendiri negara.

Tetapi, arus demokratisasi global pascakeruntuhan komunisme telah melahirkan bentuk negara-negara baru di Eropa Timur dan Tengah. Selain itu, muncul pula jenis konstitusi baru di berbagai negara yang memiliki karakteristik perlindungan kebebasan dan hak-hak individual yang sangat kuat.

Dia menjelaskan konstitusi berwatak pascaotoritarianisme tercermin dalam pelaksanaan UUD 1945 era reformasi dan amandemen UUD 1945. Dorongan amandemen UUD 1945 dinilai jelas untuk mengakhiri sistem otoritarian Orde Baru dan membentuk sistem demokrasi konstitusional.

“Hasilnya, UUD 1945 mengalami empat kali amandemen yang secara fundamental mengubah prinsip-prinsip pokok dan sistem pemerintahan negara,” tegas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya