SOLOPOS.COM - Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir (kiri) didampingi mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Bambang Setiaji, memberi keterangan pers di ruang Rektor UMS, Pabelan, Kartasura, Sukoharjo, Kamis (4/2/2018). (Solopos-Iskandar)

Haedar Nashir meminta pidato Kapolri tak lagi disoal. Muhammadiyah pun tak pernah mempermasalahkan jika selalu disebut setelah NU.

Solopos.com, SUKOHARJO — Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, meminta semua pihak tidak terlalu mempermasalahkan pidato Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang dituding sebagian pihak tidak menganggap ormas selain NU dan Muhammadiyah.

Promosi 796.000 Agen BRILink Siap Layani Kebutuhan Perbankan Nasabah saat Libur Lebaran

Dalam hal ini, Haedar mengaku berkhusnuzan (berprasangka baik). Dia menduga Kapolri hanya berniat memberi apresiasi yang lebih tinggi. Sebagai perbandingan, Muhammadiyah pun juga tidak pernah mempermasalahkan jika organisasi tersebut selalu disebut setelah Nahdlatul Ulama (NU).

Ekspedisi Mudik 2024

Pasalnya, dalam kehidupan sehari-hari hampir semua elite bangsa termasuk media massa lebih sering menyebut dua ormas besar yaitu NU dan Muhammadiyah. “Dalam hal ini penyebutannya selalu NU dulu, baru Muhammadiyah, kenapa?” kata Haedar saat menghadiri Kuliah Umum dan Launching Kuliah Jarak Jauh di Gedung Induk Siti Walidah Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Pabelan, Kartasura, Sukoharjo, Kamis (1/2/2018).

Padahal, ujar dia, kalau dilihat dari segi berdirinya, Muhammadiyah lebih dulu ketimbang NU. “Dari abjad lebih dulu M dibanding N. Dari besaran, tergantung dilihat dari sudut mana,” ujar Haedar.

Namun dalam hal ini pihaknya tidak mempersoalkannya. Kadang mindset kita ini kan selalu organistik seperti itu. Karena itu, dia meminta persoalan ini dijadikan pelajaran bagi semua pihak, termasuk Kapolri. Baca juga: Haedar Nashir Sebut Muhammadiyah Tak Ingin Diistimewakan.

“Mungkin kekurangan Kapolri membuat exception bahwa hanya ada dua. Saya pikir ini soal apa ya, kesemangatan, dan kadang juga hal-hal yang stressing dalam lisan dan ucapan,” ujar Haedar.

Menurutnya, Muhammadiyah juga tidak ingin terlalu diistimewakan karena pihaknya mengakui seluruh bangsa ini mempunyai peran. Dia mengimbau agar persoalan ini digunakan sebagai pelajaran, karena selalu ada dalam perjalanan kehidupan kebangsaan ini ucapan-ucapan yang keliru, tidak, pas dan sebagainya.

Terkait hal ini, ujar dia, mungkin Kapolri perlu klarifikasi kepada sejumlah ormas yang ada. Di sisi lain dia berharap ormas-ormas tersebut menanggapinya secara proporsional dan tidak perlu menyuruh Kapolri meminta maaf.

“Ini bukan karena Muhammadiyah diuntungkan. Sebab orang lain mengakui Muhammadiyah atau tidak, kami akan berjalan terus. Seperti contoh tadi kami sering disebut nomor dua tapi tidak pernah komplain. Sudahlah, ini bagian dari hidup berbangsa,” ujar Haedar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya