SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Dok)

 
Harianjogja.com, JAKARTA — Piala AFF 2014 segera bergulir. Siap atau tidak bukan lagi pilihan karena pertandingan sudah di depan mata. Pernyataan Alfred Riedl bahwa tim yang dia asuh mengalami masa persiapan yang sangat buruk tak relevan lagi untuk dibahas. Tak ada waktu untuk mengeluh karena, toh, persiapan tim ini setidaknya jauh lebih baik ketimbang tim AFF 2012 lalu.

Turnamen terbesar antarnegara Asia Tenggara ini sayangnya memang tidak ramah bagi Indonesia. Tim Garuda sampai sekarang belum sekali pun mencicipi gelar juara. Kita tertinggal dari Thailand, Singapura, Malaysia dan Vietnam di ajang bergengsi ini. Kita memang terbaik, tapi terbaik dalam pengumpul status runner-up, sebanyak empat kali.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Untuk Piala AFF 2014, Indonesia agak diuntungkan oleh undian pembagian babak grup. Tergabung di grup A bersama Vietnam, Filipina, dan Laos membuat target untuk minimal berada di peringkat kedua atau lolos ke semifinal terbuka. Caranya dengan mencuri poin pada laga pembuka melawan Vietnam dan mengalahkan dua nama terakhir.

Riedl juga realistis terhadap timnya dengan memberi kredit khusus kepada tuan rumah Vietnam. Menurutnya tim yang pernah meraih juara tersebut adalah yang terkuat di grupnya. Masalahnya adalah Vietnam harus mereka hadapi pada laga pembuka bermodalkan persiapan yang mepet.

Padatnya jadwal Liga Indonesia membuat seluruh penggawa tim baru berkumpul secara lengkap dua minggu terakhir. Pada fase tersebut sang arsitek juga masih harus repot melakukan seleksi pemain. Bermodalkan dua uji coba melawan Timor Leste dan Suriah, Riedl mengerucutkan 35 nama menjadi 22 + 1 kiper cadangan sesuai dengan aturan jumlah pemain.

Meski banyak melakukan bongkar pasang pemain karena seleksi tadi, namun gambaran 11 pemain terbaik yang menjadi tim utama sudah mulai terlihat. Persaingan ketat hanya terjadi pada lini tengah, Riedl punya banyak stok pemain dengan gaya berbeda terutama di sektor dua poros ganda. Penentuan siapa yang berdiri pada pos ini akan ditentukan taktik apa yang diterapkan oleh Riedl.

Gaya Bermain Vietnam

Vietnam memiliki gaya bermain yang meledak-ledak dengan mengandalkan kecepatan. Hampir sama dengan gaya tim U-19 mereka. Seluruh pemain akan aktif merebut bola sesegera mungkin jika serangan gagal untuk kemudian kembali melakukan serangan balik cepat. Permainan seperti ini bisa saja berbahaya jika Indonesia gagal melakukan antisipasi atau bahkan ikut larut dengan gaya tersebut.

Ketika mengalahkan Malaysia dengan skor 3-1 pada ujicoba terakhir, Vietnam sebenarnya tertinggal lebih dahulu. Lini pertahanan “Si Merah” bukan tembok kokoh yang sulit ditembus. Malaysia juga mampu mencuri banyak peluang walaupun bermain tandang. Transisi dari menyerang ke bertahan juga tidak berjalan dengan baik. Satu kelebihan mereka adalah mampu membangun permainan dari belakang dan ahli untuk melakukan penguasaan bola.

Garis pertahanan tinggi yang diterapkan sang pelatih Toshiya Miura dalam upaya melakukan pressing lawan juga dapat dimanfaatkan. Persis seperti yang dilakukan oleh Palestina saat menjalani uji coba awal November lalu. Beberapa peluang termasuk 2 dari 3 gol (skor 1-3) yang disarangkan terjadi melalui bola panjang memanfaatkan jebakan offside yang gagal.

Namun untuk barisan lini serang Vietnam amat berbeda, karena bergerak lebih bebas dan cenderung sulit untuk ditebak. Satu saja kesalahan terutama dalam menutup area pertahanan sayap bisa menjadi petaka.

Cara kerja sayap Vietnam yang terus menerus mengajak lari tersebut membuat Miura harus mengorbankan kedua fullback. Karena jika memaksa 90 menit untuk bolak-balik menyerang sekaligus bertahan akan membuat stamina terkuras habis. Untuk itu mereka lebih sering meninggalkan empat bek di belakang secara sejajar walaupun sedang menyerang.

Menangkal Lewat Umpan Pendek dan Pertahanan Zona

Ada beberapa cara melawan tim yang bermain secara agresif baik menyerang atau bertahan. Pilihan pertama adalah dengan meladeni gaya main tersebut dengan melibatkan duel pemain 1 lawan 1. Namun cara ini memerlukan skill individu yang mumpuni sehingga secara permainan kita mampu unggul. Masalahnya adalah Indonesia tidak terlalu dominan soal hal ini bila kita bandingkan dengan Vietnam, kekuatan kedua tim relatif setara.

Cara kedua tentu dengan tidak ikut larut dengan cara bermain Vietnam. Persis seperti yang ditunjukan oleh Palestina atau Malaysia pada awal laga. Jika Riedl tidak ingin bermain agresif karena melawan tim tamu dan berusaha mengamankan poin, Indonesia lebih baik untuk banyak mengambil alih penguasaan bola. Umpan-umpan pendek menjadi opsi yang baik sembari mencari kesempatan jika ada celah di lini pertahanan Vietnam atau situasi bola-bola mati.

Memilih menunggu di belakang hanya akan menyulitkan Indonesia jika harus menghadapi situasi tertinggal gol. Pertahanan tim Garuda juga kurang meyakinkan untuk terus bermain disiplin dan rapi sesuai skema sepanjang 90 menit. Bahkan saat uji coba beberapa waktu lalu, Timor Leste mampu menciptakan beberapa peluang melalui 2-3 pemain saja di lini depan.

Indonesia juga sebisa mungkin menghindari cara bertahan dengan banyak melakukan kontak langsung atau model man to man. Pemain Vietnam cukup tricky untuk menghadapi situasi seperti ini yang dapat menyebabkan pelanggaran-pelanggaran berbahaya. Konsekuensinya dapat menyebabkan penalti atau bahkan salah satu pemain Indonesia terusir wasit.

M. Roby dan Ahmad Jupriyanto, yang agaknya akan mengisi posisi center back, perlu bermain lebih sabar dan tak gampang mengambil lawan dengan cara “sekali ambil”. Keduanya perlu lebih rapi menjaga kedalaman pertahanan, dan hingga batas tertentu perlu lebih mempercayakan pada para pelindung pertahanan dari lini kedua untuk bekerja lebih dulu sebelum memutuskan untuk bergerak naik.

Untuk itu komposisi lini tengah menjadi penting agar taktik di atas dapat tercipta dengan baik. Evan Dimas yang mampu menyingkirkan idolanya Ahmad Bustomi sebenarnya punya kualitas untuk itu. Tetapi tidak diturunkannya pemain termuda di skuat Garuda ini pada uji coba terakhir membuat peluang Evan menjadi starter agaknya menipis.

Imanuel Wanggai dan Raphael Maitimo dapat diandalkan untuk mengisi peran poros ganda dalam formasi 4-2-3-1 ala Riedl. Wanggai dapat menjadi penghubung antar lini yang baik seperti yang ia tunjukan di Persipura sebagai pelayan Boaz maupun Robertino. Sedangkan Maitimo punya kualitas umpan-umpan panjang yang akurat untuk menyuplai kedua sayap jika harus melakukan serangan balik.

Agaknya Wanggai akan mengisi satu posisi di lini tengah. Soalnya tinggal siapa partner dia di kedalaman lini tengah?

Evan Dimas sebenarnya bisa saja menjadi kartu kunci jika nanti Indonesia butuh suntikan tenaga segar di lini tengah. Sementara untuk bertahan nama Hariono menjadi nama terbaik di antara para gelandang yang ada dalam soal kemampuan berduel satu lawan satu. Sedangkan nama terakhir yang juga ikut ambil peran pada dua uji coba terakhir yakni Manahati Lestusen bahkan bisa saja masuk sebagai starter. Tentu dengan catatan bahwa Riedl tak ingin timnya terlalu menyerang dengan mengganti antara Maitimo atau Wanggai.

Akan tetapi, memasang dua pemain di atas memiliki risiko tersendiri karena keduanya punya naluri yang cenderung menyerang. Tugas dari Riedl adalah untuk membuat gelandangnya tak terlalu terpancing naik dan tetap menjadi pelindung lini pertahanan.

Menggedor Pertahanan Vietnam



Sedangkan untuk mengisi posisi nomor 10 atau di belakang Sergio van Dijk sepertinya akan jatuh pada Boaz Solossa. Tetapi kapten Persipura tersebut punya PR besar terkait penyelesaian akhir. Duetnya bersama Van Dijk juga belum padu akibat mepetnya persiapan. Pembagian peran masih menjadi kendala bagi dua pemain tersebut sehingga posisinya sering bentrok.

Van Dijk adalah sosok targetman yang komplit, mampu menahan bola, melakukan distribusi, hingga menjadi eksekutor. Sedangkan untuk urusan kecepatan dan menggiring bola adalah pekerjaan yang harus dilakukan oleh Boaz. Sehingga apabila pembagian tersebut berjalan dengan baik bukan tidak mungkin pertahanan Vietnam akan mudah ditembus. Apalagi dengan bantuan dua pemain sayap Zulham Zamrun dan M. Ridwan.

Jika situasi penyerangan sudah terlihat buntu, Riedl masih punya dua pemain lain sebagai opsi: Cristian Gonzales dan Syamsul Arif. Gonzales adalah pengganti yang “mirip” bagi van Dijk: sama-sama kuat dalam screening bola, kuat di udara dan punya kaki kiri yang mematikan. Tapi di situlah justru problemnya: jika gaya main dan kekuatan kedua pemain itu nyaris identik, tidakkah itu sulit untuk mengharapkan perubahan dalam menyerang jika dua pemain ini ditukar di tengah pertandingan?

Kelemahan Vietnam dalam membangun organisasi pertahanan, yang kerap berani memasang garis pertahanan tinggi tapi sering kurang rapi menyusun taktik offside, agaknya bisa dimanfaatkan dengan mengekploitasi kecepatan para pemain Indonesia. Syamsul Arif boleh jadi adalah pemecah kebuntuan itu.

Kesimpulan

Vietnam bukanlah tim yang sulit ditaklukan, mereka masih punya banyak celah yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia. Tetapi yang perlu diingat, keadaan tim Garuda juga tak jauh beda. Masih ada kelemahan-kelemahan yang diidap anak asuhan Riedl ini.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya