SOLOPOS.COM - Petisi 'Kurangkan Jam Belajar Murid' (change.org)

Solopos.com, JAKARTA – Petisi online belakangan jadi senjata ampuh untuk menyuarakan pendapat dan menggalang dukungan. Bukan cuma isu-isu sentral yang umum dibicarakan di ruang publik, petisi online kadang-kadang berisi hal-hal yang tak terduga.

Laman petisi online Change.org ternyata tak melulu diisi hal-hal yang mengundang perhatian khalayak. Terkadang Anda akan menemui sejumlah petisi yang menarik tetapi tak banyak dapat dukungan.

Promosi Tragedi Bintaro 1987, Musibah Memilukan yang Memicu Proyek Rel Ganda 2 Dekade

Salah satunya adalah petisi yang diunggah Aldrey Eka Putra. Akun ini menulis petisi berjudul KURANGKAN [Kurangi] JAM BELAJAR MURID yang ditujukan kepada Menteri Pendidikan Muhammad Nuh.

Pemilik akun itu mengaku sebagai seorang pelajar. Dia merasa lelah lantaran harus belajar delapan setengah jam selama satu hari. Aldrey menyatakan hidupnya bukan cuma untuk belajar.

“SEPULANG SEKOLAH KAMI TIDUR DAN OTAK KAMI MASIH DIHANTUI DENGAN ADANYA TUGAS/PEKERJAAN RUMAH YANG TIDAK MUDAH DIKERJAKAN, KAMI MINTA TOLONG PAK, KAMI HIDUP BUKAN HANYA UNTUK BELAJAR PAK,” tulis akun itu dengan seluruh huruf kapital.

Kala Solopos.com singgah di laman itu, Selasa (12/8/2014), petisi itu hanya didukung 13 orang. Barangkali tak jauh berbeda dengan petisi yang dibuat Hasiholan Purba. Pemilik akun asal Bengkulu itu menuntut seseorang bernama Ruth Marlina Hutabarat untuk menutup aplikasi di media sosial. Petisi ini hanya menuliskan “Menyangkut pembohongan publik yang terstruktur dan masif,” dan ditandatangani oleh 5 orang.

Ada pula petisi dukungan untuk individu tertentu seperti yang diunggah paguyuban rea reo Surabaya. Akun memang tak terlalu jelas, namun tuntutannya spesifik, “dukung faris shidqi menjadi dosen di dkv its!!!”

Petisi ini dudukung 44 orang dan menarik perhatian lantaran komentar yang dikemukakan pendukungnya cukup menggelitik. “Saya sama sekali ngga kenal beliau, jadi saya menandatangani petisi ini, atas asas biar sok asik aja!!” kata Bob Haris Mandela.

Lain lagi dengan petisi Alid Amdul asal Jombang. Dia menggunakan istilah “Kuningisasi” dalam petisinya. Tuntutannya, “Hentikan Kuningisasi di Kabupaten Jombang.”

Alid mengurai Jombang adalah akronim dari Ijo atau hijau dan Abang atau merah. Ijo mewakili kaum santri dan abang mewakili kaum abangan atau nasionalis. Katanya, kedua kelompok tersebut hidup berdampingan dan harmonis di Jombang. Bahkan kedua elemen ini digambarkan dalam warna dasar lambang daerah Kabupaten Jombang.

“Tapi semenjak Bupati dan Wakil Bupati terpilih dalam Pemilukada lalu perlahan wajah Jombang berubah jadi Kuning dominan yang merupakan warna dasar dari Partai pengusung Bupati sekarang. Kembalikan identitas kota kami tercinta!!!,” tulisnya.

Petisi ini didukung oleh 187 orang dan mendapat banyak tanggapan positif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya