SOLOPOS.COM - Sapi Sasra Brangus lahap memakan jerami kering di kandang komunal milik Kelompok Peternak Sumber Subur Dukuh Kemangi RT 004, Desa Wonorejo, Kecamatan Kedawung, Sragen, Kamis (2/3/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Peternakan Sragen, sasra brangus dikembangbiakkan peternak di Kedawung.

Solopos.com, SRAGEN — Sapi Sragen (sasra) brangus yang dikembangbiakkan oleh kalangan peternak di Sragen menjadi incaran peternak dari luar Jawa.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sasra brangus merupakan hasil persilangan Sapi Brahman yang bertubuh kekar dan bertanduk dengan sapi lokal Jawa (PO) yang berkulit putih. Bibit sapi brangus itu dikembangkan di laboratorium peternakan di Ungaran, Semarang.

Ciri-ciri sasra brangus berwarna hitam legam, tak berpunuk, tak bertanduk, dan sedikit ada jambul di bagian atas kepalanya. Tingginya sampai 150 sentimeter dan panjang antara leher hingga pantat sampai 1,75 meter.

15 Orang yang tergabung Kelompok Ternak Sumber Subur di Dukuh Kemangi RT 004, Desa Wonorejo, Kecamatan Kedawung, Sragen, memelihara sapi khas Sragen itu.

Sri Murtini, 44, salah satu pengurus kelompok ternak itu memelihara delapan ekor sapi bersama suaminya, Sugimin, 50, yang kebetulan menjadi Ketua Kelompok Ternak Sumber Subur Wonorejo. Sugimin dan teman-temannya mengembangkan Sasra Brangus sejak 2010.

“Saat itu, kami membeli 30 ekor Sasra Brangus dari para peternak di Sragen. Pada 2011, harga sapi anjlok dan peternak pun menjerit. Harga dua ekor sapi peranakan hanya laku Rp5 juta. Padahal belinya jauh di atas nilai itu. Pasar lebih memilih sapi jenis limousin dan simental. Setelah itu, kami tetap bertahan dan sekarang harganya sudah bagus,” ujar Sugimin, Kamis (2/3/2017).

Seekor sasra brangus milik Sugimin pernah dipamerkan saat peringatan Hari Pangan Sedunia di Boyolali yang dibuka Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu.

Jokowi, Gubernur Ganjar Pranowo, dan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman pun sempat berswafoto dengan sapi itu. Kini, spesies sapi itu tergolong langka karena susah mencarinya. Para peternak besar dari luar Sragen berburu sapi itu ke Sragen tetapi jarang membuahkan hasil.

“Permintaan Sasra Brangus biasanya untuk pejantan dan indukan. Permintaannya banyak, seperti dari Bogor, Papua, Cikarang, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Beberapa waktu lalu, bupati dari NTT hadir sendiri ke sini untuk mencari pejantan. Berapa pun harganya dibeli tetapi sayang susah nyari barangnya. Sekarang brangus boleh disebut langka,” ujar Sugimin.

Harga Sasra Brangus dengan Limousin dan Simental hanya selisih Rp500.000-Rp1 juta per ekor untuk usia dan berat badan yang sama. Selain harga yang tinggi, kata Sugimin, keunggulan Sasra Brangus juga menjadi pertimbangan tersendiri oleh peternak besar untuk dikembangbiakan.

“Padahal dulu orang tidak tertarik dengan Brangus. Ya, diremehkan tetapi sekarang diminati. Pemeliharaannya mudah. Makanan jerami kering atau basah tidak pernah tersisa,” tambahnya.

Di Dukuh Kemangi tidak hanya kelompok pimpinan Sugimin yang mengembangbiakan Sasra Brangus. Sugimin menyebut dari 80 kepala keluarga (KK) di RT 003 dan RT 004, Dukuh Kemangi, sebanyak 64 KK di antaranya memelihara sapi. Populasi sapi di Kemangi, ujar dia, bisa mencapai seratusan ekor.

Selain pengembangbiakan Sasra Brangus, Sugimin juga mengolah kotoran sapi menjadi sumber energi terbarukan, yakni biogas untuk melayani kebutuhan energi lima KK. Kotoran ternak itu juga diolah menjadi pupuk organik kemasan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya