SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Dok)

Peternakan Sragen, bantuan sosial untuk kelompok ternak senilai Rp20 miliar tak cair.

Solopos.com, SRAGEN–Dana bantuan sosial (bansos) ternak senilai Rp20 miliar untuk 708 kelompok ternak di 208 desa/kelurahan di Bumi Sukowati dipastikan tak bisa dicairkan tahun ini lantaran terkendala persyaratan administrasi. Bansos puluhan miliar rupiah itu dialihkan untuk kegiatan fisik desa/kelurahan.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Bansos tersebut biasanya masuk ke rekening desa dari sumber bantuan keuangan khusus (BKK). Dana itulah yang sering disebut-sebut sebagai dana untuk memenuhi aspirasi masyarakat lewat legislator DPRD Sragen.

“Dengan berbagai pertimbangan, dana bansos ternak terpaksa dipending pada tahun ini. Pertimbangan yang dimaksud terkait dengan persyaratan administrasi yang tidak terpenuhi. Kami bicara antisipasi persoalan hukum terkait dengan pencairan bansos itu,” kata Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, saat ditemui wartawan, Jumat (30/9/2016).

Bupati menyebut dana Rp20 miliar itu semula diperuntukan bagi 708 kelompok ternak. Yuni, sapaan Bupati, menjelaskan semula total bansos ternak Rp43 miliar dan yang sudah cair sebanyak Rp23 miliar. Sisanya masih Rp20 miliar yang belum cair. Dia mengatakan kendalanya lebih pada masalah administrasi, misalnya harus ada surat keterangan terdaftar (SKT) untuk kelompok setidaknya sudah berjalan tiga tahun dulu.

“Nah, ada yang belum berjalan tiga tahun sudah mengajukan. Tujuan kami menghentikan pencairan hanya untuk alasan safety dan agar para pegawai dinas bisa nyaman dalam bekerja. Harapan saya, dana itu bisa dialihkan untuk kegiatan infrastruktur desa,” tutur dia.

Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Sragen, Untung Sugihartono, menjelaskan kebijakan dana hibah dan basos sebenarnya tetap jalan selama dokumen dan administrasinya lengkap. Kalau tidak lengkap, kata dia, ya tidak bisa dicairkan. “Jadi tidak dicairkannya dana Rp20 miliar itu lebih pada penyesuaian dengan regulasi yang ada, salah satunya terkait dengan SKT. Biasanya hanya untuk ternak kambing dan sapi,” katanya.

Legislator DPRD Sragen, Suparno, khawatir bila kelompok-kelompok yang sudah terdaftar itu berpotensi protes dengan adanya kebijakan pemerintah itu. Dia menilai para kelompok sudah banyak mengeluarkan biaya untuk mengurus akta pendirian kelompok.

“Sejak dulu saya angkat tangan dengan aspirasi permintaan bantuan ternak karena rawan konflik dan potensi kecemburuan sosial,” kata dia.

Ketua Fraksi Amanat Demokrat Persatuan (FADP) DPRD Sragen, Purwanto, menyatakan bansos Rp20 miliar itu dipastikan tidak bisa cair dan disarankan untuk dialihkan pada kegiatan pembangunan fisik, seperti pembangunan jalan, talut, jembatan, atau penerangan jalan umum. Walau pun para kelompok sudah berbondong-bondong membuat badan hukum, kata dia, dana bansos itu pun tetap tidak bisa cair karena ada kebijakan baru dari Bupati Sragen.

“Selama ini belum ada sosialisasi. Kebijakan itu diambil saat membahas anggaran di DPRD Sragen beberapa hari terakhir ini. Kalau saya ya tinggal menyampaikan ke kontituen bahwa ada kebijakan itu. Semua harus bisa menerima. Kebijakan itu bukan salah DPRD tetapi kebijakan Bupati. Teman-teman DPRD bisa memahami,” tutur dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya