SOLOPOS.COM - ilustrasi (JIBI/dok)

Nasib peternak Kabupaten Semarang kelimpungan karena tak stabilnya harga pakan ternak.

Semarangpos.com, UNGARAN – Harga pakan ternak memang mengalami penurunan. Namun, penurunan yang belum signifikan itu masih membuat para peternak ayam, baik petelur maupun pedaging di Kabupaten Semarang, kelimpungan.

Promosi Mali, Sang Juara Tanpa Mahkota

Bahkan tak jarang dari para peternak berskala kecil yang harus gulung tikar. Mereka memilih untuk menjual ternaknya ke peternak berskala besar daripada melanjutkan usahanya.

“Biaya produksinya terlalu mahal. Daripada rugi, jadi mereka lebih memilih menghentikan usahanya,” ujar salah satu peternak ayam telur, Khaironi, 50 tahun, asal Kalisidi, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, kepada wartawan, Selasa (2/2/2016).

Khoiron menjelaskan saat ini harga pakan ternak oplosan mencapai Rp7.500 per kilogram (kg). Untuk meminimalisir biaya operasional, para peternak memilih menggunakan pakan ternak pabrikan yang harganya lebih murah, yakni Rp6.500 per kg.

Meski demikian, mengguakan pakan dari pabrik membuat kualitas telur yang dihasilkan menjadi menurun. Telur menjadi lebih ringan dan kualitasnya tak sebagus telur yang dihasilkan dari pakan oplosan.

Untuk menyikapinya, para peternak tak jarang membuat pakan oplosan sendiri. Namun, untuk membuat pakan oplosan ini harga komponennya, yakni jagung, konsentrat dan katul, juga masih terlalu mahal. Harga jagung saat ini berkisar antara Rp6.500-7.500 per kg. Sementara konsentrat masih berkisar Rp7.800 per kg dan katul Rp3.300 per kg.

“Untuk ayam petelur komposisi idealnya pakan oplosan terdiri dari 50% jagung, 35% konsentrat dan 15% katul. Tapi, untuk ini jatuhnya juga mahal,” imbuh Khoiron.

Khoiron mengaku untuk membuat pakan ternak oplosan ini biaya harus dikeluarkan mencapai Rp23.000 per kg. Padahal, harga jual telur di pasaran hanya mencapai Rp20.000 per kg, sementara di antara para pengecer jauh lebih murah, yakni Rp19.500 per kg.

Permasalahan mahalnya pakan ternak ini juga diamini oleh Kholiq Mashadi, 35 tahun. Penjual pakan ternak itu membenarkan jika mahalnya pakan ternak itu membuat para peternak ayam petelur memutuskan gulung tikar.

Bahkan tak banyak para peternak skala kecil, yang memiliki populasi kurang dari 1.000 ekor, untuk menjual ternak kepada Kholiq.

“Mahalnya harga ternak ini juga membuat penjualan jagung di tempat kami menurun hingga 80%. Jagung yang biasanya laku 2 kwintal, sebulan terakhir hanya 1 kwintal per bulannya,” tutur Kholiq.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya