SOLOPOS.COM - Panen raya pertama Koro Pedang di Desa Jatisari, Kecamatan Jatisrono, Wonogiri. (Istimewa)

Solopos.com,WONOGIRI -- Para petani di Desa Jatisari, Kecamatan Jatisrono, Wonogiri, untuk kali pertama panen raya koro pedang. Hasil panen kali ini dinilai bagus dan menguntungkan.

Koro pedang merupakan tanaman yang sekali tanam bisa dipanen hingga empat kali. Di Desa Jatisari, para petani lebih memanfaatkan panen basah atau kulit koro dibandingkan biji koronya.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pasalnya, memanfaatkan kulit koro jauh lebih menguntungkan dibanding memanen bijinya. Kini kulit koro pedang diekspor ke Korea Selatan untuk kebutuhan farmasi.

Salah satu petani koro pedang di Desa Jatisari, Teguh Subroto, mengatakan panen raya atau serantak koro pedang berlangsung dua hari, Kamis-Jumat (20-21/5/2021). Ada sekitar enam hektare tanama koro pedang yang dipanen dan menghasilkan 3,695 ton. Masa tanam hingga panen koro pedang hanya butuh waktu dua setengah bulan.

Baca Juga: Kakek di Wonogiri Ditemukan Meninggal di Hutan, Diduga Tersesat dan Kelelahan

Menurut Teguh, pada panen pertama dapat memanen lima kulit koro di setiap batang pohon. Lima kulit koro rata-rata mempunyai berat empat ons. Sehingga harga lima kulit koro Rp500. Sebab harga satu kilogram koro pedang Rp1.200. Sedangkan modal satu bibit Rp40. Jika ada 3,695 ton, maka petani meraup pendapatan sekitar Rp4,434 juta.

"Ini kan baru keuntungan panen pertama. Masih ada panen kedua, ketiga dan keempat. Ketika koro dipetik masih bisa tumbuh lagi, bahkan saat panen pertama sudah ada yang berbunga. Ini sepuluh hari lagi panen kedua," kata dia Sabtu (22/5/2021).

Hingga panen keempat atau terakhir, lanjut dia, usia koro pedang mencapai empat bulan. Jika setiap panen bisa memetik lima kulit koro dalam satu batang pohon, maka dalam waktu empat bulan bisa menghasilkan Rp2.000. Karena setiap lima kulit koro diasumsikan Rp500.

Baca Juga: Suka Keripik Tempe Benguk? Yuk Intip Sentra Produksinya di Grobog Wonogiri

Modal Minim

Teguh menjelaskan pada umumnya petani mengelola lahan seluas 2.500-3.000 meter persegi. Dalam luasan itu, biasanya saat menanam menghabiskan sepuluh kilogram bibit. Harga satu kilogram bibit Rp20.000. Jadi saat menanam menghabiskan Rp200.000.

"Perawatan koro pedang itu mudah dan sangat murah. Cukup dengan pupuk kandang. Jika diasumsikan paling mahal biaya pupuknya Rp100.000, maka modal bibit dan pupuk Rp300.000 [untuk tiap 3.000 meter per segi]," kata dia.

Pada panen raya kali ini, kata dia, rata-rata petani berhasil mendapatkan panen 20 karung. Setiap satu karung beratnya 40 kilogram. Jika harga koro pedang Rp1.200 per kilogram, maka pada panen pertama sudah mendapatkan Rp960.000.

"Dengan modal awal Rp300.000 pada panen pertama sudah untung Rp660.000. Masih ada keuntungan panen kedua hingga keempat. Tentunya keuntungannya akan lebih besar," ujar dia.

Baca Juga: Pria Wonogiri Ditahan Gegara Pukul Hidung Teman Kerja Istri

Menurut dia, hasil panen itu langsung diambil oleh salah satu pabrik di Jawa Timur. Sehingga tidak ada tengkulak. Truk dari sana langsung mengambil barang di Jatisari. Hal itu untuk memutus rantai perdagangan panjang. Petani bisa untung lebih banyak.

"Budi daya koro pedang ini sebagai terobosan petani di tengah pandemi. Perawatan dan modalnya minim, tapi hasilnya lumayan. Memang koro pedang ini diperuntukkan bagi para petani yang modal awalnya minim. Respons petani pun luar biasa," kata Teguh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya