SOLOPOS.COM - Ketua GP3A Colo Barat, Rusdiyanto, menunjukkan tanaman padi di sawah Karangtengah, Jaten, Selogiri, Wonogiri, Rabu (23/10/2019). (Solopos/Rudi Hartono)

Solopos.com, WONOGIRI -- Petani di wilayah Selogiri, Wonogiri, yang mengandalkan air dari saluran irigasi Colo Barat, menghabiskan uang dalam jumlah besar demi bisa mengairi sawah mereka.

Suratno, 47, misalnya, mengaku sudah menghabiskan Rp6,5 juta untuk menyedot air dari sumur pantek maupun membeli air untuk tanaman padinya yang seluas kurang lebih 2 hektare.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pengeluaran itu sejak saluran Colo Barat ditutup 1 Oktober lalu atau sekitar tiga pekan lalu untuk membeli bahan bakar premium mesin pompa air, selang, dan membeli air dari sumur dalam senilai Rp30.000/jam.

Sah! Ini Daftar Lengkap Menteri Kabinet Indonesia Maju Jokowi-Ma'ruf

Biaya jutaan rupiah itu berpotensi membengkak karena dia harus menyedot dan membeli air hingga sebulan ke depan. Hal itu supaya tanaman padi bisa panen.

“Biaya itu belum termasuk modal produksi. Saya berharap jadwal penutupan salurannya untuk tahun-tahun berikurnya bisa mundur,” kata dia kepada Solopos.com, Rabu (23/10/2019).

Ketua Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) Colo Barat, Rusdiyanto, saat ditemui Solopos.com di areal persawahan di Karangtengah, Jaten, Selogiri, Rabu, menyampaikan tanaman padi di empat desa wilayah Selogiri yang mengandalkan air dari Colo Barat pada musim tanam III mencapai ratusan hektare (ha).

Tanaman padi itu selalu gagal panen atau puso tiap Dam Colo ditutup. Petani pun merugi jutaan rupiah. Kondisi itu terjadi karena tanaman tak mendapatkan air memadai. Lelaki yang akrab disapa Rusdi itu mencontohkan kondisi tahun ini.

Prospek Provinsi Surakarta dari Tinjauan Hukum Tata Negara

Dia mencatat sawah yang mendapat pengairan dari Colo Barat seluas 490 ha. Sawah itu tersebar di Sendang Ijo, Nambangan, Jaten, dan Pule.

Pada MT III ini petani rata-rata menanam pada Juli-Agustus. Mendekati akhir bulan ini sawah sudah kering kerontang. Alhasil, tanaman padi di lahan seluas lebih kurang 300 ha terancam gagal panen.

Apabila dalam sebulan ke depan sawah tetap tak mendapat air hujan atau dari Colo Barat, Rusdi sangat yakin tanaman padi tersebut benar-benar puso. Hanya sebagian kecil tanaman yang masih bisa panen.

Hal itu karena tak semua petani bisa mendapatkan air dari sumur pantek. Oleh karena itu, menurut Rusdi, pemangku kepentingan terkait perlu mengkaji ulang pola penutupan Colo Barat.

Dia meyakini apabila saluran irigasi ditutup 1 November atau setidaknya 15 Oktober, tanaman padi masih bisa panen secara optimal. Tanaman bisa mendapatkan air lebih lama.

Video Syur Mirip Gisel Beredar, Begini Reaksi Wijin

Petani asal Jaten itu menyadari penutupan Colo Barat pada 1 Oktober sudah menjadi pola baku berdasar kajian/analisis yang diputuskan dalam forum Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA).

Hal itu agar pihak terkait dapat memperbaiki infrastruktur saluran. Namun, dia menilai aturan mestinya dinamis menyesuaikan kondisi atau kebutuhan.

“Ini demi kemaslahatan banyak petani. Tak hanya petani di Selogiri, tetapi di daerah lain [Sukoharjo dan Klaten],” ucap Rusdi.

Petani bermodal pas-pasan hanya bisa pasrah menghadapi kondisi itu. Petani yang mampu bisa berupaya mendapatkan air dari sumur pantek atau membeli air. Petani yang demikian pun tetap mengeluh karena biaya produksi membengkak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya