SOLOPOS.COM - Iluastrasi panen tembakau (JIBI/Harian Jogja/SOLOPOS)

Seorang petani di wilayah Boyolali sedang memanen tembakau. (JIBI/SOLOPOS/Aeranie Nur Hafnie)

BOYOLALI – Sejumlah petani tembakau di Boyolali mengaku saat ini bingung mencari alternatif selain tanaman andalan mereka tersebut. Mereka khawatir pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) No 109/2012 tentang Pengamanan Zat Adiktif berupa Tembakau berimbas terhadap harga jual tembakau yang mereka hasilkan nantinya.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Menurut salah satu petani tembakau, Tukirin, warga Desa Sukorame, Kecamatan Musuk, menyusul disahkannya PP No 109/2012 tersebut, kalangan petani khawatir nilai jual tembakau di pasaran jadi merosot karena imbas permintaan yang turun.
“Selama ini tembakau sudah jadi andalan karena hasilnya lumayan,” tutur Tukirin, Minggu (10/2/2013).

Ekspedisi Mudik 2024

Menyikapi persoalan tersebut, Tukirin mengatakan dirinya mencari alternatif tanaman lain yang diharapkan memiliki nilai jual setara dengan tembakau. Salah satunya cabai. Namun diakuinya, saat musim hujan seperti saat ini, pengolahan tanaman cabai belum bisa dimulai. “Kalau musim hujan seperti ini ya tidak memungkinkan menanam cabai,” katanya.
Hal senada juga disampaikan oleh Towirjo, petani yang juga berasal dari desa setempat. Untuk menanam cabai saat ini belum memungkinkan karena masih terkendala curah hujan. “Kalau mulai tanam sekarang, tentunya hasilnya tidak bagus karena kena hujan,” imbuh dia.

Sebagian besar lahan pertanian di beberapa wilayah Boyolali berupa tadah hujan. Karena itu para petani sangat bergantung dengan musim dalam melakukan masa tanam. Tanaman tembakau selama ini menjadi tanaman andalan sekaligus yang paling diharapkan hasilnya oleh para petani. ”Tapi dengan kondisi yang seperti sekarang kami jadi khawatir menanam tembakau. Jangan-jangan nanti hasilnya tidak sesuai dengan yang kami harapkan,” jelas Tukirin.

Karena masih bingung mencari tanaman alternatif dan waswas untuk menanam tembakau, banyak botanikus di Musuk yang belum bisa menggarap lahannya. Sementara sebagian lain ada yang merawat tananam rumput gajah di pematang lahan untuk mengisi waktu. Tanaman tersebut digunakan untuk persediaan pakan ternak.

Terpisah, Penasehat Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Boyolali, Tulus Budiyono menyebutkan di Boyolali ini ada 14.000 hingga 15.000 petani yang menggantungkan hidupnya dari tembakau. Ada delapan kecamatan penghasil produk tembakau, yaitu Selo, Cepogo, Ampel, Musuk, Teras, Mojosongo, Banyudono dan Sawit. “Bahkan di Boyolali ini sudah ada spesialisasi atau jenis tembakau. Tembakau dari wilayah kaki Gunung Merapi-Gunung Merbabu adalah jenis tembakau rajangan, sementara untuk wilayah Teras, Mojosongo, Banyudono dan Sawit adalah jenis tembakau asapan jawa,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya