SOLOPOS.COM - sumintar.com

SLEMAN—Petani ikan lele di Sleman sulit untuk menuju sejahtera jika harga pakan dari pabrik masih melambung. Pasalnya 70 persen biaya operasional pemeliharaan lele habis untuk membeli pelet keluaran pabrik multinasional.

Ketua Paguyuban Petani Ikan Lele (Patil) Sleman, Agus Subagyo mengatakan tidak mungkin bisa mengandalkan pelet pabrikan yang harganya tidak terjangkau. Belum lagi harga jual yang jauh dari nilai impas, yakni Rp8000 – Rp 9.000 per kilogram. Akibatnya produksi lele mengalami kemunduran dari tahun ke tahun.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Jika dijual Rp11.000 per kilogram baru balik modal atau BEP [Break Even Point]. Kalau hanya Rp8.000 sekilo itu petani lele sudah pasti rugi,” katanya usai pelantikan pengurus Patil oleh Bupati Sleman S

sumintar.com

ri Purnomo di Aula Unit I Pemkab Sleman, Jumat (30/12).

Ia menyayangkan sikap pemain seperti ini. Karena perlu diketahui harga jual petani lele rendah, tetapi harga beli di pasaran tetap tinggi mencapai Rp14 ribu. Permainan seperti ini yang harus menjadi perhatian paguyuban agar petani tidak miskin. Paguyuban berkomitmen dalam pengurusan 5 tahun ke depan bisa menjamin harga jual lele dengan wajar. Tujuannya agar petani bisa makan, tidak rugi terus.

Agus menambahkan, jika paguyuban yang terdiri petani dan berbagai ahli dalam hal perikanan bersatu akan meningkatkan kesejahteraan. Dengan bersatu tersebut, harga jual lele tidak rendah sekali. Paguyuban akan mengakomodasi mulai dari pembenihan, pemeliharaan sampai dengan pemasaran agar stabil.

Upaya yang dilakukan agar tidak tergantung pakan dari pabrik, pihaknya telah berusaha membuat pelet sendiri 100 kilogram per hari. Dengan harga jual Rp5.500 per kilogram lebih murah dibandingkan pelet pabrikan mencapai Rp7.500 per kilogram yang dinilai mencekik petani.

Pelet hasil buatannya tidak kalah dengan pelet pabrikan karena mengandung protein 31,17 persen. Diatas standar pelet pabrikan yang rata-rata standar mengandung protein 30 persen. Pabrik pelet dengan dana swadaya ini berbahan baku tepung ikan, katul, ketela, daging lele, daun bambu ketela dan kates, serta tanaman herbal seperti temulawak dan jahe.

“Sekarang baru bisa produksi 100 kilogram per hari, ke depan akan ditingkatkan menjadi 1 ton. Pelet ini hanya diperjualbelikan kepada petani lele di Sleman saja,” katanya.

Dari produksi pelet tersebut, ia bisa mengajak petani agar bisa memperoleh penghasilan senilai Upah Minimum Provinsi. Asumsinya memiliki kolam seluas 5 meter x 8 meter ditebar benih 5000 lele ukuran 7-9 centimeter bisa menghasilkan untung Rp1,7 juta selama dua bulan. “Rata-rata satu bulan kan delapan ratus ribu jadi setara UMP,” katanya.

Bupati Sleman Sri Purnomo dalam sambutannya mengatakan bahwa Sleman memiliki potensi produksi lele yang melimpah. Keberadaan air bersih sangat mendukung perikanan di Sleman. “Jika pelet bisa dibikin sendiri, diharapkan bisa menekan biaya operasional 50 persen,” ujarnya. (HARIAN JOGJA/Akhirul Anwar)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya