SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Semarangpos.com, SEMARANG — Lagi-lagi petani dirugikan. Harga cabai di tingkat petani Jawa Tengah anjlok, sementara pedagang dan tengkulak justru menikmati margin keuntungan yang tinggi.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo  mengatakan persoalan harga cabai sebenarnya tidak terlalu murah di pasaran. Hanya saja, para petani menjual hasil cabai kepada para tengkulak dengan harga yang sangat murah.

Promosi BI Rate Naik Jadi 6,25%, BRI Optimistis Pertahankan Likuiditas dan Kredit

“Sebenarnya harganya tidak turun amat, tapi karena tengkulaknya kebanyakan, jadi harganya anjlok. Saya kemarin sudah cek di Ungaran, harga cabai keriting di pasaran Rp20.000, pedagang membelinya Rp15.000, sementara harga jual dari petani hanya Rp9.000 bahkan ada yang Rp7.000. Ini kan yang tertawa para tengkulak itu, sementara petani terus merugi,” katanya, Senin (14/1/2019).

Dia menambahkan Pemprov Jateng akan mengambil langkah cepat untuk mengatasi persoalan merosotnya harga cabai di Jawa Tengah. Langkah cepat itu dilakukan dengan cara memborong cabai langsung dari petani dan mewajibkan para Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemprov Jateng untuk membeli cabai-cabai dari para petani itu.

Sebanyak 10 ton lebih cabai merah keriting didatangkan oleh Ganjar di halaman Kantor Gubernuran, Senin (14/1/2019). Cabai produksi petani itu diborong langsung dari petani asal Demak, Purbalingga dan Kabupaten Semarang. Nilai ekonomis yang ada pada transaksi itu sebesar Rp200 juta lebih.

“Ini intervensi yang sifatnya darurat, tapi harus ada tindakan cepat. Kekuatan ASN Pemprov Jateng pernah saya uji saat harga Bawang Merah jatuh, maka saat itu kita beli semuanya dan hargany terdongkrak. Hari ini kami lakukan lagi dengan memborong langsung cabai dari petani dengan harapan yang sama,” tegas Ganjar.

Ganjar menegaskan pihaknya sudah melakukan pengecekan di lapangan terkait anjloknya harga cabai yang dikeluhkan petani. Ternyata di lapangan, tim lanjut Ganjar menemukan bahwa luasan tanam petani cabai semakin banyak, sehingga terjadi oversupply.

“Hal itu otomatis membuat harga tidak bagus. Selain luasan tanam yang lebar, aksi para tengkulak ini yang membuat harga anjlok dan petani merugi,” terangnya.

Pembelian cabai sebanyak 10 ton tersebut, lanjut Ganjar, merupakan tindakan sementara. Gerakan itu dilakukan agar terjadi perubahan harga di pasaran.

“Memang ini sifatnya jangka pendek, karena petani butuh uang dan cabai juga usianya tidak lama sebelum akhirnya membusuk. Untuk jangka panjang, sudah kami siapkan beberapa solusinya,” tambahnya.

Menurut Ganjar, Kartu Tani adalah solusi paling tepat untuk mengendalikan kestabilan harga dan komoditi pertanian di pasaran. Kartu tani sebenarnya tidak hanya bicara soal pupuk, namun juga merupakan data terkait semua aktivitas pertanian di Jawa Tengah.

“Kartu tani saya tidak hanya cerita pupuk, tapi itu juga merupakan peta petani. Hari ini baru ketahuan pentingnya Kartu Tani itu. Saya ingin Kartu Tani dapat merekam kawan-kawan petani tanam apa, dimana, komoditasnya apa, kapan panennya. Jika data itu terekam, maka bisa dipantau dan dikontrol harganya,” papar Ganjar.

Tak hanya itu, dari kejadian anjloknya harga cabai, Ganjar menemukan ironi yang sangat menggeletik. Ternyata, banyak petani yang tidak tahu harga cabai di pasaran, sehingga mau saja dibeli murah oleh para tengkulak.

“Ke depan saya ingin para kelompok tani ini diwajibkan memasang aplikasi Sihati (Sistem Informasi Harga dan Produk Komoditi) sehingga tahu harga. Kalau harga cabai misalnya di pasaran Rp20.000, sementara tengkulak membeli Rp7000 ya jangan mau,” pungkasnya.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya