SOLOPOS.COM - Ilustrasi pemilu. (Solopos/dok)

Solopos.com, SOLO — Eksistensi dinasti politik selalu muncul sejak era pilkada langsung berlangsung di Indonesia. Begitu pula menjelang pilkada serentak 2020, sejumlah daerah berpotensi memunculkan dinasti politik baru atau melanggengkan dinasti lama.

Siapa yang diuntungkan? Tentu pihak-pihak yang berkepentingan dengan para calon terkait dinasti politik yang mendapatkan keuntungan jika menang dalam pilkada. Namun bagi rakyat, tak ada korelasi positif antara dinasti politik dengan kesejahteraan rakyat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Hal itu terekam dalam data-data yang secara rutin dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Jika dirunut, data-data itu menunjukkan sebagian besar daerah yang dikuasai dinasti politik memiliki tingkat kemiskinan yang cukup tinggi, meski tak semuanya.

Solopos.com mengumpulkan data kemiskinan di 10 kabupaten/kota di Indonesia yang dipimpin/sempat dipimpin kepala daerah terkait dinasti politik. Ke-11 daerah tersebut yaitu Banyu Asin, Serang, Kota Serang, Kota Tangerang Selatan, Kota Cimahi, Indramayu, Kutai Kartanegara, Klaten, Kediri, Probolinggo, dan Bangkalan.

Dari sederet daerah tersebut, hanya Kota Serang, Serang, Tangsel, Cimahi, dan Kukar yang memiliki tingkat kemiskinan di bawah 10%. Selebihnya, daerah-daerah lain memiliki tingkat kemiskinan di atas 10%, bahkan ada yang masih mendekati 19% seperti Bangkalan, Jawa Timur (lihat tabel dan grafis di bawah).

Memang ada tren penurunan kemiskinan dari tahun ke tahun, tapi itu sejalan turunnya persentase penduduk miskin secara nasional. Meski tidak ditemukan korelasi antara politik dinasti dengan naik/turunnya kemiskinan, namun banyak daerah yang dikuasai dinasti politik identik dengan daerah miskin.

Dinasti politik juga tidak sejalan dengan kebijakan penanggulangan kemiskinan. Penanggulangan kemiskinan di era reformasi dilakukan seiring program desentralisasi dan semangat pemerataan kesejahteraan. Dengan otonomi daerah, seorang kepala daerah semestinya bisa menggunakan anggaran untuk menanggulangi kemiskinan.

Eksistensi dinasti politik tertentu menjadi tidak sejalan semangat pemerataan kesejahteraan dan justru berpotensi menimbulkan oligarki. Ini diperkuat dengan terjadinya kasus-kasus korupsi di sebagian daerah tersebut.

Sejumlah daerah yang dipimpin dinasti politik mencatatkan berbagai kasus korupsi dan diputus di pengadilan. Kasus-kasus itu bahkan melibatkan kepala daerah jika bukan mantan kepala daerah (lihat grafis peta).

Sebut saja kasus suap jual beli jabatan yang menyeret mantan Bupati Klaten Sri Hartini atau kasus suap yang menjerat mantan penguasa Bangkalan Fuad Amin Imron. Masing-masing divonis penjara selama 11 tahun dan 13 tahun.

Solo dan Klaten

Kini menjelang Pilkada 2020, sejumlah dinasti politik masih membayangi. Di Soloraya, setidaknya ada dua daerah yang berpotensi dipimpin oleh tokoh yang terkait dengan keluarga kepala pemerintahan/mantan kepala pemerintahan di daerah maupun pusat.

Pertama adalah Klaten. Calon petahana, Bupati Klaten Sri Mulyani, berpotensi kembali memimpin Klaten setelah mengantongi rekomendasi dari PDIP untuk berlaga di pilkada 2020. Sri Mulyani adalah istri mantan Bupati Klaten dua periode (2005-2010 dan 2010-2015), Sunarna. Awalnya Sri Mulyani menjabat sebagai Wakil Bupati sebelum Bupati Sri Hartini terjerat kasus suap jual beli jabatan.

Kedua adalah Solo. Meski selalu dibantah sebagai praktik politik dinasti, munculnya Gibran Rakabuming Raka dinilai berpotensi memunculkan dinasti baru. Meski saat ini Gibran masih menanti kepastian rekomendasi dari PDIP untuk berlaga di Pilkada Solo 2020.

Di antara keluarga besar Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran tak sendirian. Saudara iparnya, Bobby Afif Nasution, sedang berupaya menggalang dukungan partai politik untuk maju di Pilkada Medan 2020. Jika keduanya memenangi pilkada masing-masing, maka dua daerah akan dipimpin oleh anggota keluarga Jokowi.

Tak ada aturan dalam konstitusi yang melarang munculnya dinasti politik alias sah-sah saja dalam hukum positif Indonesia. Namun yang pasti dinasti politik tidak berkorelasi baik terhadap kesejahteraan rakyat.

Tingkat Kemiskinan Daerah yang Pernah Dipimpin Dinasti Politik

Nama Wilayah 2019 2018 2017 2016 2015
Banyu Asin 11.33% 11.32% 11.47% 11.72% 12.45%
Serang 4.08% 4.30% 4.63% 4.58% 5.09%
Kota Serang 5.28% 5.36% 5.57% 5.58% 6.28%
Kota Tangerang Selatan 1.68% 1.68% 1.76% 1.67% 1.69%
Kota Cimahi 4.39% 4.94% 5.76% 5.92% 5.84%
Indramayu 11.11% 11.89% 13.67% 13.95% 14.98%
Kutai Kartanegara 7.20% 7.41% 7.57% 7.63% 7.99%
Klaten 12.28% 12.96% 14.15% 14.46% 14.89%
Kediri 10.42% 11.31% 12.25% 12.72% 12.91%
Probolinggo 17.76% 18.71% 20.52% 20.98% 20.82%
Bangkalan 18.90% 19.59% 21.32% 21.41% 22.57%

Sumber: diolah dari BPS (Adib Muttaqin Asfar)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya