SOLOPOS.COM - Cosplayer atau orang yang memakai kostum menyerupai tokoh animasi berpose saat digelar Sannin Party 8 di Auditorium Universitas Slamet Riyadi (Unisri), Solo, Minggu (2/2/2014). J-Fest (Japanese Festival) dengan tema Awakening Of The Machines tersebut diadakan oleh ekstrakurikuler pecinta Jepang SMA N 1 Solo, Smansa Nippon Kai (Sanninkai).(JIBI/Solopos/Ardiansyah Indra Kumala)

Joshalynne, mahasiswi program studi Sastra Jepang di salah satu perguruan tinggi di Semarang, mendadak menjadi sorotan di antara kerumunan pengunjung pameran dan lomba cosplay atau constum player bertajuk Sannin Party di Auditorium Universitas Slamet Riyadi (Unisri), Minggu (2/2/2014).

Ternyata, kostum Perona-salah satu tokoh dalam animasi Jepang bertajuk One Piece-yang melekat di tubuh Joshalynne lah yang mengundang pengunjung tertarik. Mereka bahkan rela antre untuk berfoto dengannya.

Promosi Riwayat Banjir di Semarang Sejak Zaman Belanda

Josha, panggilan akrab Joshalynne, datang bersama tujuh rekannya untuk mengikuti lomba cosplay anima Jepang itu. Mahkota di kepala, baju warna merah dihiasi dasi kupu-kupu warna pink, serta rok ala tokoh anima Jepang seperti Sailormoon. Ya, kostum Josha itu dijahit sendiri selama sebulan terakhir.

Kegemaran terhadap tokoh Perona membuat Josha mendesain boneka imut bersuara seram, Kumashi. Boneka yang menyerupai karakter zombie itu melekat di bajunya, tepatnya di bagian dada sebelah kanan.

“Perona sendiri adalah putri yang sukanya di kastil, semacam putri di kerajaan gitu. Saya suka sama karakternya,” jelas Josha menerangkan obsesinya memilih kostum tadi.

Dia mengaku mulai suka tokoh animasi tadi sejak lama. Selain gemar dengan kostum Perona, Josha mengaku menekuni hobi itu demi menyalurkan kreativitas. “Kreativitasnya lah tujuan saya. Selain itu juga pengin punya banyak teman [pehobi] tokoh anima Jepang],” katanya.

Beda halnya dengan Dharma, alumnus salah satu perguruan tinggi swasta di Jogja. Dia memilih mengenakan kostum tokoh dalam game Dinasty Warior. “Mulai suka setelah lihat karakternya, ya aku banget,” kata dia.

Selain menyalurkan kreativitas dalam mendesain gaun tokoh animasi Jepang, dia juga merasa senang menonjolkan karakter yang dipilihnya itu. Sebab, karakter itu disebutnya bisa mewakili kepribadiannya.

Sama halnya dengan Recca, mahasiswa Universtia Gadjah Mada. Dia pun memiliki jawaban sama dengan penjelasan Dharma tadi. “Kenapa tokoh Jepang? Karena tokoh animasi dari Indonesia sulit didapat, tapi kami juga ingin suatu saat animasi di Indonesia maju seperti Jepang,” ujarnya.

Tak hanya beradu kreativitas dalam mendesain gaun, peserta lomba saat itu juga unjuk kebolehan peran. Menurut pantauan solopos.com, peserta dengan timnya juga tampil di depan penonton memerankan adegan sebagaimana dikisahkan dalam cerita animasi Jepang yang mereka angkat.

Kritikan mengenai kelayakan bahan kostum, penjiwaan peran dilontarkan tiga juri yang mengamati sajian kreativitas tadi.

“Bahan dril cepat rusak dan kurang menunjukkan tokoh fighter yang kamu perankan, juga emosi yang kamu perankan tak hanya dengan menunjukkan lewat mimik. Melainkan, lewat gerakan dan kesesuaian kostum,” kritik salah satu juri sesaat setelah tim pementas animasi Jepang, Inuiasa, tampil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya