SOLOPOS.COM - Pesinden asal Desa Gunungsari, Kecamatan/Kabupaten Madiun, Jawa Timur Endang Sulastri (kiri) bersama anaknya yang juga pesinden tampil dalam suatu acara di Madiun sebelum masa pandemi Covid-19. (Istimewa/dokumen pribadi)

Solopos.com, MADIUN -- Darwati, pesinden asal Desa Tapelan, Kecamatan Balerejo, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, mengingat kali terakhir pentas di panggung pada awal Maret 2020. Kala itu, Covid-19 sudah masuk di Indonesia, tetapi pemerintah belum sepenuhnya menutup akses kegiatan masyarakat.

Dia mengingat bagaimana ribetnya menata make up, menata sanggul, hingga mengenakan kebaya dan jarit. Setelah itu harus datang ke lokasi acara dan menyapa para penonton yang telah menantinya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Itu menjadi kenangan terakhir sebelum akhirnya pemerintah melakukan pengetatan kegiatan masyarakat untuk mencegah penularan Covid-19. Sejak itu, Darwati sama sekali tidak pernah menyentuh mikrofon di panggung hiburan.

Perempuan 44 tahun itu sama sekali tidak menyangka pandemi Covid-19 bisa berdampak besar terhadap hampir seluruh aspek kehidupan. Termasuk bagi pesinden. Ada lebih dari 100 undangan panggung hiburan yang seharusnya diisi oleh Darwati selama tahun 2020. Gara-gara Covid-19, undangan manggung itu pun dibatalkan. Masyarakat tidak diperbolehkan menyelenggarakan kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan orang.

Salatiga Kembangkan Padi Jenis Baru, Ampuh Cegah Stunting

“Jadi, saya itu sudah mendata acara manggung selama satu tahun ini. Hampir semuanya gagal dilaksanakan, karena masyarakat memang tidak diperbolehkan menggelar kegiatan yang berpotensi mendatangkan orang. Apalagi kalau acara pernikahan ada hiburannya,” kata Darwati saat ditemui Solopos.com di rumahnya, Senin (16/11/2020).

Darwati mengaku tidak bisa berbuat banyak atas kondisi ini. Pandemi Covid-19 membuat perekonomian keluarganya terpukul. Terlebih suaminya, Karmo, yang usahanya di bidang perlengkapan pesta dan hajatan.

“Suami saya juga berwirausaha di sektor yang sama. Jadi ya kalau orang tidak boleh menggelar pesta pernikahan atau hajatan, usaha suami juga tidak laku,” ujarnya.

Karena suami dan istri bekerja di sektor yang sama, Darwati menuturkan sudah delapan bulan ini tidak ada pemasukan untuk keluarga. Nyaris kebutuhan hidup selama masa pandemi ditopang dengan uang simpanan hasil kerja waktu sebelumnya.

Namun, uang tersebut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan harian saja. Sedangkan kebutuhan lain, seperti membayar angsuran dan membayar biaya tak terduga, Darwati harus menggadaikan sebagian besar perhiasannya.

Darwati dan suaminya selama ini menjadi tulang punggung untuk dua keluarga. Keluarga orang tuanya dan keluarga mertuanya. Bahkan ada beberapa keponakan yang dibiayai pendidikannya.

“Uang simpanan masih ada. Tapi kalau terus menerus seperti ini ya habis juga. Karena kebutuhan makan setiap hari, padahal tidak ada pemasukan,” ujar perempuan yang telah meniti karier sebagai pesinden sejak 2002 itu.

Pesinden Darwati bersama suaminya Karmo menunjukkan surat-surat pegadaian perhiasan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup selama masa pandemi Covid-19, Senin (16/11/2020). (Abdul Jalil/Solopos.com)

Masa pandemi ini benar-benar membuat Darwati beserta suaminya harus memperketat pengeluaran keluarga. Persoalan apapun selalu dibicarakan oleh pasangan suami dan istri ini. Peranan Darwati dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga memang tidak bisa dianggap sepele. Sehingga, saat diterjang bencana seperti ini, perekonomian keluarganya sempat oleng.

Kondisi ini tidak bisa dilalui sendiri-sendiri. Darwati dan suaminya harus bersama-sama melalui permasalahan ini. Supaya perekonomian keluarga bisa terselamatkan. “Saya dan suami ya selalu berkomunikasi dengan suami. Menyelesaikan apapun bersama suami. Seperti mau menggadiakan perhiasan juga dibicarakan berdua.”

Darwati sempat beralih berjualan online untuk mendapat peruntungan. Namun, itu hanya berlangsung beberapa pekan saja. “Jualan online banyak saingannya. Penghasilannya tidak tentu. Seringanya tidak ada pesanan,” ujar dia.

Tulang Punggung Keluarga

Pesinden asal Kabupaten Madiun lainnya, Endang Sulastri, yang menjadi kepala sekaligus menjadi tulang punggung keluarga juga mengalami hal serupa.

Perempuan berusia 54 tahun itu mengaku sempat bingung saat awal-awal pandemi Covid-19. Hampir semua undangan manggung dibatalkan. Meski demikian, ia mencoba bersabar dan menjalaninya dengan penuh ketenangan.

“Saya awal-awal itu mikirnya pandemi ini paling berlangsung hanya dua sampai tiga bulan saja. Setelah itu semuanya berjalan normal seperti biasa. Ternyata tidak, hampir sembilan bulan pun tidak ada tanda-tanda pandemi selesai,” kata dia saat ditemui Solopos.com di rumahnya di RT 001/RW 001, Desa Gunungsari, Kecamatan Madiun, Selasa (24/11/2020).

Sebagai tulang punggung keluarga, Endang pun mencoba peruntungan lain supaya dapurnya tetap mengebul. Dia banting setir dengan membuka toko kecil-kecilan di rumahnya.

Bukan hanya membuka toko kebutuhan harian, Endang juga membuka angkringan atau tempat ngopi di depan Pasar Nglames Madiun. Selain itu, setiap Minggu dirinya juga berjualan nasi brokohan di Pasar Pundensari.

Seiring berjalannya waktu, hanya warung angkringan-nya saja yang bisa bertahan. Sedangkan untuk tokonya sudah ditutup. “Saya membuka toko, berjualan nasi di Pasar Pundensari, dan angkringan. Tapi yang bertahan cuma berjualan nasi di Pasar Pundensari dan angkringan saja. Hasilnya lumayan untuk memenuhi kebutuhan harian,” ujar dia.

Pandemi Covid-19, kata Endang, benar-benar membuat hidupnya berbanding terbalik dari sebelumnya. Sebagai seorang pekerja seni yang cukup terkenal di Madiun, dalam sekali manggung bisa mendapatkan bayaran Rp1,5 juta. Padahal dalam satu bulan, rata-rata bisa tampil di 15 lokasi.

Kebutuhan keluarganya bisa terpenuhi dari hasil kerja dari nyinden. Covid-19 benar-benar meruntuhkan kemapanan tersebut. Berbagai usaha dilakoninya supaya perekonomian keluarga bisa tetap terpenuhi.

“Saya masih ada satu orang anak yang menjadi tanggungan. Sebenarnya uang tabungan dari hasil nyinden masih ada. Tetapi, kalau hanya mengandalkan itu, ya tidak bisa. Saya sebagai kepala keluarga juga harus memikirkan untuk keberlangsungan ke depan. Karena Covid-19 ini kan tidak tahu kapan berakhirnya,” terang dia.

Sekretaris Perkumpulan Sekar Pambayun Kabupaten Madiun, Sri Kartini, mengatakan seluruh pesinden di Kabupaten Madiun memiliki permasalahan yang sama selama masa pandemi Covid-19. Mereka harus merelakan pembatalan acara yang sebenarnya sudah dijadwalkan selam satu tahun.

“Hampir sembilan bulan, para pesinden di Madiun tidak ada pekerjaan. Mereka menganggur,” kata dia saat ditemui di rumahnya di RT 018/RW 007, Desa Warurejo, Kecamatan Balerejo, Senin (16/11/2020).

Sri menuturkan anggota paguyuban pesinden Sekar Pambayun Kabupaten Madiun ada sebanyak 30 orang. Selama masa pandemi, para pesinden ini ada yang beralih berjualan, membuka warung, menjual getuk, ada yang jualan online, ada juga yang terpaksa menggadaikan perhiasan untuk menutup kebutuhan sehari-hari.

Pesinden berusia 47 tahun ini juga sama seperti teman-temannya. Dia harus merelakan untuk membatalkan manggung di 25 lokasi hingga akhir tahun.

“Suami saya kan juga bekerja di bidang persewaan ala-alat hajatan seperti sound system dan panggung, jadi ya ikut terdampak. Selama masa pandemi ya saya banyak di rumah, tidak ada job nyinden,” ujar dia.

Sekretariat Sekar Pambayun yang berada di RT 018/RW 007, Desa Warurejo, Kecamatan Balerejo, Kabupaten Madiun, Senin (16/11/2020). (Abdul Jalil/Madiunpos.com)

Sri mengaku masih beruntung dibandingkan teman pesinden lainnya, karena ia memiliki sawah yang bisa diandalkan. Meskipun hasil dari sawah sangat jauh dibandingkan dari sinden. Selain itu, dia juga sedang mengembangkan bisnis online.

Sebagai ibu rumah tangga, Sri harus benar-benar memperketat pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari. Meski masih memiliki suami, dia lantas tidak berpangku tangan untuk menyerahkan beban ini kepada suaminya saja.

“Kami pikul bersama-sama. Karena ini memang menjadi beban bersama,” ujarnya.

Perempuan Lebih Adaptif

Dosen Universitas Katolik Widya Mandala Madiun yang juga Pemerhati Isu Perempuan Madiun, Agnes Adhani, mengatakan pandemi Covid-19 ini memang berdampak pada segala aspek dan siapapun. Perempuan menjadi salah satu yang merasakan dampaknya.



Dari pengamatannya selama masa pandemi ini, Agnes melihat perempuan cenderung lebih adaptif dalam menghadapi tekanan hidup. Hal itu dibuktikan dengan selama masa pandemi banyak ibu rumah tangga yang turun tangan membantu perekonomian keluarga tanpa meninggalka tugasnya sebagai ibu rumah tangga.

Dalam kasus pesinden, para pelaku seni sinden tersebut mau turun tangan untuk bekerja apapun supaya perekonomian keluarga tetap terjaga.

“Saya melihat para perempuan itu bisa survive di tengah pandemi ini. Mereka melakukan apa saja yang bisa dikerjakan, seperti menjual makanan, membuat masker kemudian menjualnya, menjual rujak, menjual pentol. Itu yang dilakukan perempuan,” kata relawan di Layanan Terpadu Bagi Perempuan dan anak Korban Kekerasan Pemerintah Kabupaten Madiun itu.

Agnes menyampaikan beban perempuan pada saat pandemi Covid-19 ini bertambah berat. Para perempuan harus benar-benar mengelola keuangan keluarga secara bijak.

“Kalau suamianya bekerja dari rumah, para perempuan ini juga harus menyiapkan makan tiga kali sehari. Belum lagi kalau suaminya tidak cocok dengan lauk yang dihidangkan. Sedangkan uang yang diberikan sangat mepet. Jika punya anak sekolah, juga harus mendampinginya,” jelasnya saat dihubungi Solopos.com, Selasa (24/11/2020).

Tidak hanya mengurus pekerjaan rumah, lanjut Agnes, perempuan yang menjadi ibu rumah tangga juga harus memastikan anggota keluarganya tetap sehat di masa pandemi.

Agnes menegaskan pandemi Covid-19 ini menjadi waktu yang tepat untuk menyadarkan arti penting kesetaraan gender di tengah masyarakat. Bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama.

Menurutnya, selama masa pandemi banyak perempuan yang bekerja untuk mencari nafkah keluarga. “Mereka bisa menjalaninya tanpa harus meninggalkan peranannya sebagai seorang ibu. Kalau memang seorang perempuan bisa membantu mencari nafkah, laki-laki pun harus mau membantu pekerjaan di rumah,” kata dia.







Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya