SOLOPOS.COM - Helikopter Agusta Westland AW101. (Dailymail.co.uk)

Pesawat kepresidenan sudah ada. Namun pesawat Hercules dan helikopter Presiden/tamu VVIP dinilai sudah uzur.

Solopos.com, JAKARTA — Kontroversi pembelian helikopter angkut (helikopter kepresidenan) terus ditentang oleh anggota DPR. Pasalnya, helikopter jenis ini sudah bisa diproduksi sendiri oleh Indonesia.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Anggota Komisi I DPR, TB Hasanuddin, mengingatkan agar TNI AU tidak melanggar UU No. 16/2012 tentang Industri Pertahanan. TNI AU harus mendapatkan izin dari Ketua Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) untuk pembelian helikopter Kepresidenan.

“Khusus untuk pembelian heli angkut ini, kita sudah mampu membuatnya. Menurut pasal 33 UU No. 16/2012, tidak dibenarkan,” ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (27/11/2015). Baca: Luhut: Hercules dan Helikopter Presiden Sudah Tua, Butuh yang Baru.

“Kalau, misalnya, harus memilih ujuk-ujuk< AW101 buatan Italia, ya silakan saja. Tapi, menurut UU, harus seizin dari Komite Kebijakan Industri Pertahanan yang diketuai oleh Presiden. Jadi, dari pengalihan membeli alutsista dari produk PT DI menjadi produk Agusta 101, harus dengan seizin Presiden. Kalau Presiden izinkan, ya silakan."

Dalam UU ini disebutkan bahwa untuk setiap pembelian ke luar negeri tidak dibenarkan kalau Indonesia sudah mampu membuatnya. Komisi I DPR, menurut dia, telah membuat rencana strategi pertahanan (renstra) pertahanan yang dibagi dalam dua tahap, yakni Renstra 2009--2014 dan 2014--2019.

Dalam renstra itu disepakati bahwa menggunakan produk dalam negeri dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Renstra Pertahanan itu juga menyebutkan program membeli heli dengan jenis heli angkut, heli angkut berat dan orang sangat penting (very very importand person/VVIP) dari PT DI sebanyak satu skuadron (16 unit).

Politikus PDIP itu menyebutkan untuk anggaran satu skuadron adalah senilai 385 juta dolar Amerika Serikat (AS). "Jadi, proyeksinya itu sampai 2009--2019 membeli 16 heli, kemudian uangnya baru ada untuk enam heli, ya beli enam dulu. Yang sisanya 10 itu dalam lima tahun, 2016 dua heli, 2017 beli dua. Kalau uangnya tidak dikurangi lagi. Tahun 2019 sudah terpenuhi. Jadi, bagaimana mau beli kalau uangnya tidak ada,” ujarnya.

Mantan Sekretaris Militer dalam pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri dan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu mengemukakan keheranannya. “Saya bingung, duitnya belum keluar kok sudah terfokus kepada pembelian AW 101, satu sumber, satu produk."

"Jangan ngomong produk luar negeri, ngomong dalam negeri, sudah dikunci kok dengan UU 16/2012 yang harus kerja sama dengan industri pertahanan. Jangan seenak perutnya saja,” kata purnawirawan bintang tiga (letnan jenderal) TNI Angkatan Darat tersebut menambahkan.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PPP, Syaifullah Tamliha, memprediksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak akan mau menggunakan helikopter jenis AW 101 buatan Italia dan Inggris. Penyebabnya, Jokowi lebih mengandalkan produk dalam negeri di PT DI.

"Saya yakin, Presiden Jokowi tak mau dan sudah ada komitmen dari Presiden untuk menggunakan produk dalam negeri," katanya di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat.

Lagi pula, penggunaan helikopter jenis AW 101 justru membahayakan Presiden karena ketergantungan suku cadang (spare part) asing. "Itu membahayakan Presiden, kalau spare part-nya rusak, itu harus beli di Italia. Tapi, kalau produksi PT Dirgantara, spare part-nya selalu ada. Apalagi kalau pabriknya tutup, kemana mau dicari spare part-nya," ujar Tamliha.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Luhut Binsar Panjaitan, mengatakan saat ini pesawat angkut dan helikopter untuk Presiden dan tamu VVIP tergolong tua. Padahal, karakteristik Indonesia sebagai negara kepulauan membutuhkan pesawat yang aman untuk menunjang kinerja Presiden.

“Pesawat dan alat angkut untuk Presiden itu harus diberikan yang paling aman. Nanti akan diributkan kembali kalau terjadi apa-apa,” katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (24/11/2015).

Luhut Panjaitan menuturkan saat ini pesawat jenis Hercules tipe C-130 dan helikopter yang biasa digunakan Presiden sudah berusia lebih dari 30 tahun. Hal tersebut membuat pemerintah berinisiatif mencari pesawat baru agar Presiden dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya