<p><strong>Solopos.com, SURABAYA</strong> — Adanya aksi terorisme di Surabaya mengagetkan warga, pasalnya wilayah ini dikenal dengan daerah yang aman dengan ciri khas masyarakat terbuka dan egaliter.</p><p>"1998 saja enggak ada rusuh apa-apa di sini," kata Syaharuddin, karyawan perusahaan swasta yang tinggal di Surabaya Barat, Selasa (15/5/2018).</p><p>Sosiolog Tuti Budirahayu mengungkapkan pernyataan senada. Apa benar orang Surabaya bisa menjadi seperti itu, kejam menjadi teroris? Kok bisa warga Kota Pahlawan yang dikenal egaliter seperti itu?</p><p>Fenomena sosial sepertinya bisa memberi simpul petunjuk. Tuti yang mendalami sosiologi perilaku sosial mendapati fenomena berkembang pesatnya kelompok keagamaan di kota ini.</p><p>"Cukup banyak kelompok ini. Ada ustaz yang keras. Kita tidak mencurigai [ini pemicunya] dan bisa meredam. Tapi yang keras ada dan banyak," kata dosen Universitas Airlangga dengan spesialisasi topik penyimpangan sosial, Selasa (15/5/2018).</p><p>Keras dalam konteks ini seperti tidak mengakui dan membenarkan soal pluralisme. Mereka mempertanyakan wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan secara perlahan tak mengakuinya.</p><p>Tuti mendapati pertemuan sejenis ada yang berskala kota dan lingkungan. Skala RT, RW juga ada, temasuk yang lebih intensif sebagai komunitas. Muaranya doktrinasi paham yang bertentangan dengan falsafah negara.</p><p>"Ke depan perlu ada penguatan pemahaman kebangsaan, melalui masyarakat, negara, melalui sekolah, pemerintah untuk terus melawan indoktrinasi," paparnya.</p>
Promosi Usaha Endog Lewo Garut Sukses Dongkrak Produksi Berkat BRI KlasterkuHidupku