SOLOPOS.COM - Santri Pesantren Kasepuhan Raden Rahmat Banyubiru Semarang saat pembelajaran di luar ruangan. (Solopos.com/Hawin Alaina)

Solopos.com, SEMARANG — Tak ada kata terlambat untuk memulai belajar agama. Begitulah kata yang tepat disematkan untuk para santri di Pesantren Kasepuhan Raden Rahmat Semarang.

Tak seperti pesantren pada umumnya yang mayoritas diisi anak usia pelajar. Seluruh santri di pesantren ini tergolong warga lanjut usia (lansia). Pesantren ini persisnya terletak di Desa Gedong RT 003/ RW 001, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Adalah Ahmad Winarno, pria asli Desa Gedong itulah yang menjadi penggagas berdirinya pesantren lansia itu. Hal itu berawal setelah dirinya pulang dari merantau di Bekasi dan Jakarta.

“Selama 20 tahun saya merantau. Tahun 2017 pulang kampung. Di kampung itu saya melihat banyak permasalahan masyarakat. Salah satunya yang membuat saya tersentuh banyaknya kaum lansia yang telantar,” ungkap pria yang akrab disapa Ustaz Winarno ini kepada Solopos.com, Jumat (31/3/2023).

Winarno juga melihat lansia sering kali hidup nyaris tanpa perhatian. Selain itu, lansia juga dipandang sebagai warga kelas dua karena dianggap sudah tidak produktif lagi.

Selain permasalahan tersebut, sebetulnya ada hal yang bersifat pribadi yang melatarbelakangi Winarno mendirikan pesantren lansia. Hal tersebut, yakni ingin menemani ibunya yang baru masuk Islam dan belum bisa mengaji.

“Niat awal saya sebenarnya sederhana, ingin menemani ibu. Beliau masuk Islam paling akhir tapi belum bisa mengaji. Salatnya juga masih belum bagus. Kemudian saya mendirikan Tempat Pembelajaran Quran (TPQ) lansia agar ibu punya teman belajar agama,” terangnya.

TPQ lansia yang digagasnya itu yang kemudian hari menjadi cikal bakal berdirinya Pesantren Kasepuhan Raden Rahmat. Berkerjasama dengan Ustaz Solihin selaku petugas layanan lansia Kecamatan Banyubiru dapat semakin mempercepat berdirinya Pesantren Kasepuhan Raden Rahmat.

“Kami bertukar gagasan dan akhirnya terbayang sebuah lembaga yang memberikan layanan kepada warga lansia secara komprehensif, yaitu dari olah rogo, olah jiwo, dan olah roso,” terangnya.

Akhirnya pada tahun 2018, TPQ lansia yang sangat sederhana itu berubah menjadi Pesantren Kasepuhan Raden Rahmat. Banyak santri mulai berdatangan untuk mondok di tempat tersebut.

Mereka yang datang ke pondok pesantren tak hanya dari Semarang dan sekitarnya. Bahkan dari berbagai kota di Indonesia, seperti Surabaya, Jakarta, Padang, Balikpapan, Palu, dan Gorontalo.

“Ada juga yang sudah betah di sini sampai beberapa kali Ramadan tidak pulang. Anaknya yang justru di suruh ke sini,” ungkapnya.

Ke depannya, Winarno ingin mengembangkan lagi Pesantren Kasepuhan Raden Rahmat. Mulai dari membangun lebih banyak lagi tempat atau kamar untuk santri.

Selain itu juga akan mendirikan semacam sekolah untuk merawat para lansia dan pemberdayaan terhadap warga lansia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya