SOLOPOS.COM - Saparudin, 55, warga Dusun Majapahit RT 002, menunjukkan lokasi punden Sambi Galuh yang ditandai dengan banyaknya pohon berusia ratusan tahun di Dusun Majapahit, Dusun Majapahit RT 002, Desa/Kecamatan Sambungmacan, Sragen, Sabtu (10/8/2019). (Solopos/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN – Salah satu dusun di Desa/Kecamatan Sambungmacan, Sragen, bernama Majapahit. Bukan sekadar nama, tempat ini memiliki keterkaitan dengan Kerajaan Majapahit.

Seperti diketahui, Majapahit dikenal masyarakat sebagai kerajaan besar yang didirikan Raden Wijaya dengan situs peninggalannya di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Tetapi di wilayah Jawa Timur tidak ditemukan nama Majapahit sebagai nama desa atau dusun/dukuh.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sementara di wilayah Sragen yang berbebatasan dengan Jawa Timur ditemukan dusun yang hanya dihuni satu rukun tetangga (RT) bernama Majapahit.

Dusun itu terletak di wilayah Desa/Kecamatan Sambungmacan, Sragen. Dusun tersebut berbatasan dengan wilayah Desa Banaran, Sambungmacan, Sragen.

Jaraknya sekitar 10 km dari batas Jawa Tengah-Jawa Timur tapi dari pusat Kota Sragen mencapai 35 km. Dusun itu dihuni puluhan kepala keluarga (KK) yang tergabung dalam satu lingkup RT 002.

Kisah Cinta Yan Vellia dan Didi Kempot Bersemi di Panggung, Sempat Nikah Siri

Lokasi

Dusun Majapahit di Sragen bersandingan dengan Dusun Ngadiraja di sebelah utara dan Dusun Sambi Unggul di sebelah selatan. Budidaya tanaman bonsai menjadi matapencaharian warga di Dusun Majapahit Sragen.

Saparudin, 55, salah satu warga Dusun Majapahit, RT 002, Desa/Kecamatan Sambungmacan, Sragen, yang budidaya tanaman bonsai. Saparudin mengetahui sekilas sejarah nama dusun yang dihuninya. Ia mendapat kisah sejarah Dusun Majapahit dari para orang tua.

Saat Kerajaan Majapahit runtuh, Prabu Brawijaya V dan pengikutnya meninggalkan keraton. Mereka kemudian menyangrah atau mendirikan pesanggrahan di wilayah tersebut. Itulah sebabnya wilayah tersebut diberi nama Majapahit.

Dia melanjutkan para abdi dalem Majapahit yang mengikuti Prabu Brawijaya V juga ikut tinggal di wilayah utara Majapahit dan sekarang bernama Dusun Ngadiraja. Nama Ngadiraja, dimaknai Saparudin, berasal dari dua kata, yakni ngabdi dan raja. Jadi Ngabdiraja menjadi Ngadiraja.

Sosok Mbah Precet dan Misteri Makam Tanpa Nama di Jalan Kampung Teposanan Sriwedari Solo

Pesanggrahan Prabu Brawijaya V

Pesanggrahan Prabu Brawijaya V itu berada di sebuah bukit yang dikenal dengan nama punden Sambi Galuh. Punden yang berada di tempat yang tinggi atau inggil atau unggul. Kemudian wilayah di selatan pesanggrahan itu diberi nama Dusun Sambi Unggul.

Di situs Sambi Galuh itu juga ditemukan sumur tua yang dibuat menggunakan batu bata berukuran besar dan berbentuk trapesium. Batu bata itu ditata melingkar tanpa perekat semen. Batu bata itu diduga sama dengan batu bata yang digunakan dalam struktur bangunan Keraton Majapahit.

Berapa Sih Biaya Perawatan Pasien Covid-19? Ini Jawabannya

Kini, situs Sambi Galuh itu masih ada dan ditandai dengan pohon yang berumur ratusan tahun. Ada tiga pohon sambi atau kesambi alias kecacil, satu pohon asem, satu pohon adem-adem ati, satu pohon trengguling, satu pohon randu alas, dan satu pohon kepoh.

“Pohon-pohon itu umurnya sama dan berukuran besar. Pohon itu sebagai simbol ayat yang harus dikupas maknanya,” katanya.

Mbah Kinem

Seorang warga yang tinggal di sebelah barat situs tersebut, Mbah Kinem, 79, dipercaya sebagai juru kunci situs tersebyt. Mbah Kinem menyakini Majapahit yang sebenarnya ya di Sambi Galuh ini.

“Asinya Majapahit yang di sini ini. Kalau ada warga hajatan harus dimulai dengan tembang Kinjeng Jentrung. Kalau tidak maka setiap tamu harus ikut memasukan kayu pada tungku yang digunakan untuk memasak. Kalau tidak masakannya tidak bisa matang. Hal itu masih diyakini sampai sekarang,” ujarnya saat berbincang dengan Solopos.com, Sabtu (10/8/2020).

Mulai Jumat 3 Juli 2020, Grojogan Sewu Dibuka untuk Umum

Situs Sambi Galuh

Seorang pemerhati sejarah Sukowati dan juga anggota penyusun Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) Sragen, Jarwanto, menilai situs Sambi Galuh di Dusun Majapahit Sragen itu sebagai lokasi pertemuan alur sejarah Kerajaan Sunda (Galuh) dengan Majapahit.

Keberadaan pohon kesambi yang diambil sebagai nama situs Sambi juga dimaknai Jarwanti sebagai simbol telik sandai perjuangan di era Majapahit.

“Saya menduga Sambi Galuh itu menjadi tempat pertemuan atau penyatuan antaran Majapahit dan Galuh. Dalam pemahaman umum ada perseteruan antara Majapahit dan Galuh. Tempat itu masih terawat sampai pada era Pangeran Mangkubumi yang berjuang melawan VOC di wilayah Sukowati,” ujarnya.

Harga Rp1 Jutaan, Ini Spesifikasi Duo Redmi 9A dan 9C

Jarwanto menduga tempat itu digunakan Pangeran Mangkubumi untuk mendeklarasikan diri sebagai Susuhunan Paku Buwono III saat masa transisi setelah mangkatnya Susunan Paku Buwono II. Jumenengan Susuhunan Paku Buwono III itu lebih dikenal dengan sebutan Susuhunan Kabanaran.



“Lokasi itu logis karena terletak di perbatasan Banaran-Sambungmacan dan jauh dari jalur tentara VOC. Bahkan para abdi dalem Keraton Yogyakarta Hadiningrat juga meyakini lokasi Jumeneng Susuhunan Kabanaran itu di wilayah Banaran, Sragen, bukan di Kulonprogo,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya