SOLOPOS.COM - Ilustrasi toleransi. (freepik)

Solopos.com, SOLO—Mas Bono adalah seorang pendidik. Saat tidak bertugas atau ketika sedang di rumah, terutama saat beribadah dan mengikuti kegiatan keagamaan, ia sering mengenakan kain sarung, kemeja, dan peci. Tidak lupa masker selalu melekat di wajahnya karena saat ini memang masih masa pandemi Covid-19.

Pada 25 Desember 2021, Mas Bono tiba-tiba menulis sebuah pesan yang ia kirim ke beberapa grup WhatsApp, seperti grup WA sekolahan tempat ia bekerja, RT tempat tinggalnya, alumni SMP, SPG (sekolah pendidkan guru), teman kuliah, trah, hingga paguyuban.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Tulisan Mas Bono tidak panjang, namun mengejutkan. Begini tulisannya. “Selamat pagi. Meskipun keluarga kami tidak memberi ucapan kepada umat Kristiani, tapi percayalah cinta kami kepada umat Kristiani tetap sama. Karena, meskipun kita bukan saudara seiman, kita adalah saudara sekemanusiaan. Kami juga berpegang teguh pada prinsip, bagiku agamaku dan bagimu agamamu.”

Pendeta Kristiani di wilayah RT tempat tinggal Mas Bono menjawab pesan tersebut. Dia langsung mengucapkan terima kasih. Jawaban lain dari grup WA juga bernada positif.

Ekspedisi Mudik 2024

Mas Bono juga mengomunikasikan pesan WA tersebut kepada teman SMP-nya yang menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di Kantor Urusan Agama (KUA). Temannya menjawab bahwa pesan yang ditulis Mas Bono itu baik.

Selain dengan temannya di KUA, Mas Bono berkonsultasi dengan seorang dai yang rutin memberikan kajian tiap Senin pekan ketiga di musala tempat dia tinggal, yakni di RT 001/RW 001 Desa Kudu, Baki, Sukoharjo, Jawa Tengah. Ustaz Ibad Sutono, teman Bos Bono, kemudian membalas pesan Mas Bono. Ustaz itu menuliskan 10 pesan yang merupakan prinsip toleransi, yaitu:

1. Jangan menghina agama apapun, baik Tuhannya maupun ajarannya.
2. Jangan melecehkan agama manapun.
3. Jangan mengganggu ibadah umat agama apapun.
4. Jangan merusak tempat ibadah agama manapun.
5. Jangan memaksa/mengancam/meneror/menjebak umat agama lain untuk menjadi pemeluk suatu agama.
6. Membantu umat agama manapun yang terkena bencana.
7. Menolong umat agama manapun yang terzalimi/teraniaya.
8. Berniagalah dengan umat agama apapun dengan cara yang halal atau sesuai dengan aturan agama.
9. Bekerja samalah dengan umat agama manapun untuk kebaikan dan kemajuan.
10. Berikanlah semua hak umat agama apapun tanpa dikurangi.

Belum puas juga, Mas Bono mencoba mendengar ceramah ustaz Habib Ngadiri di You Tube. Pesan Habib Ngadiri sama, manusia memiliki kewajiban bertoleransi dengan sesama.

Dengan wejangan-wejangan tersebut makin mantaplah Mas Bono dalam mencintai saudara-saudaranya yang berbeda agama. Walaupun masih ada pihak-pihak yang tidak setuju dengan pesan WA Mas Bono itu, tetapi Mas Bono berusaha memberikan pengertian dan selalu berdoa agar semua orang memililki toleransi yang tinggi tanpa mencampuradukkan ajaran agama-agama tersebut. Prinsip tersebut penting karena Tanah Air Indonesia memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Mas Bono lalu teringat ketika ia kuliah di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Pada dua semester awal, ia menumpang di rumah pakdenya.

Keluarga pakde Mas Bono beragama Kristen. Namun, menerima menerima dengan baik dan dan penuh suka cita Mas Bono, sang keponakan. Mereka bahkan menurunkan gambar-gambar yang menjadi simbol umat Kristiani dari dinding.

Mas Bono juga teringat ketika baru saja lulus kuliah dan berkesempatan mengikuti kegiatan almarhum K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada 1997 lalu. Kegiatan itu digelar di Gedung Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Boyolali.

Gus Dur bercerita ada kiai yang yang mempunyai pemahaman bahwa sebuah masjid atau musala tidak lagi harus menggunakan kentongan dan bedug. Maka, ketika dia akan berkunjung ke suatu wilayah, kiai di daerah tersebut meminta jamaahnya menurunkan kentongan dan bedug di masjid atau musala.

Namun, ada pula kiai yang meyakini kentongan dan bedug selayaknya terpasang di masjid dan musala. Maka, waktu kiai ini akan berkunjung ke wilayah, kiai daerah itu langsung meminta jemaahnya memasang kentongan di masjid dan musala.

Masih banyak contoh lainnya tentang toleransi. Dari dua contoh itu, saya mendapat banyak pelajaran. Toleransi harus terwujud antara pemeluk agama maupun sesama pemeluk agama. Dengan demikian, Tri Kerukunan Umat Beragama akan terwujud, yaitu kerukunan umat seagama, kerukunan antarumat beragama, dan kerukunan umat beragama dengan pemerintah.

Penulis adalah guru di SMKN 3 Sukoharjo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya