SOLOPOS.COM - Logo Muhammadiyah. (Wikimedia.org)

Solopos.com Stories

Solopos.com, SUKOHARJO — Isu-isu strategis soal keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal akan dibahas dalam Muktamar ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah yang diikuti para peserta Muktamar pada akhir ini.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Salah satu yang akan dibahas adalah soal rezimentasi paham agama yang membuat pecah belah. Dalam acara pramuktamar awal November ini dikatakan negara jangan melibatkan kepentingan politik sesaat yang menyandera ormas keislaman.

Muhammadiyah mendorong negara untuk bersikap moderat pada semua ormas Islam, dan melibatkan semua ormas Islam bertindak sesuai misi moderasi Islam.

Muhammadiyah mendorong negara untuk tidak menciptakan segregasi politik terhadap ormas Islam dengan tidak menjadikan isu keagamaan sebagai isu politik mainstream dan non-mainstream.

Terakhir yakni Muhammadiyah mendorong agar mainstreaming moderasi agama harus dilakukan dengan cara yang moderat sehingga melibatkan banyak pihak tidak hanya satu pihak.

Baca juga: PHRI: Peserta Muktamar Muhammadiyah Bisa Pesan Kamar Hotel di Boyolali Kota

Berdasarkan rilis yang diterima Solopos.com dikatakan bahwa karena bukan negara agama maka tidak boleh ada agama yang mendominasi, kalau agama saja tidak boleh mendominasi, apalagi kelompok keagamaan tertentu.

Rilis tersebut disampaikan oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Sekum PP Aisyiyah Tri Hastuti Nur Rochimah, dan
Rektor UMS/Ketua Panitia Penerima Muktamar Sofyan Anif.

Akan tetapi saat ini semua orang berhadapan bukan hanya dengan adanya kekuatan formalisasi agama di ruang publik, melainkan juga dengan gejala rezimintasi agama oleh kelompok keagamaan.

Rezimintasi agama akan menjelma semakin kuat sehingga berakhir pada adanya penguasaan makna agama di ruang publik.

Menguatnya rezimentasi agama bisa dilihat dari beberapa fenomena. Misalnya banyak terjadi pemaksaan pemahaman keagamaan, khususnya keislaman di Indonesia disebabkan karena adanya kekuatan ormas keagamaan yang bersenyawa dengan kekuatan politik.

Baca juga: Amankan Muktamar Muhammadiyah, 1.200 Kokam Disebar dari Manahan sampai Colomadu

Kedua, karena kekuatan oligarki kekuasaan dan otoritas keagamaan, paham keagamaan dipaksakan dengan menjadikan otoritas tunggal dan tafsir tunggal yang monolitik.

Dalam kondisi paham keagamaan yang telah masuk dalam politik transaksional dan mendikte kekuasaan politik, maka Muhammadiyah perlu melakukan beberapa hal.

Pertama, mendorong ormas Islam semakin menguatkan paradigma moderasi beragama khususnya moderasi Islam yang genuine, tidak dipaksakan mendikte negara.

Kedua, Muhammadiyah mendorong negara untuk dapat menjadi fasilitator semua ormas keislaman benar-benar sebagai mitra negara. Negara sebagai institusi harus mengontrol kepentingan kekuasaan berbasiskan agama tersebut.

Kesadaran dan akhlak berpolitik masyarakat, penyelenggara pemilu, dan terutama para elit partai politik perlu ditingkatkan.   Dalam pemilihan presiden dan wakil presiden kerap memicu polarisasi apabila kompetitornya hanya dua pasangan kandidat.

Baca juga: Pesan Muktamar Muhammadiyah: Jangan Jadikan Isu Agama untuk Agenda Politik!

Muhammadiyah mendorong kompetisi pemilu yang lebih meminimalisasi dampak polarisasi dan politisasi identitas yang tidak produktif bagi penguatan bangunan kebangsaan.

Dukungan pada partisipasi aktif partai politik untuk memproyeksikan kader terbaik bangsa berlaga secara sportif dan bermartabat.

Serentak dan kompleksnya sistem pemilu seharusnya juga menuntut banyak kalangan yang mencintai negeri ini untuk memikirkan dan mendorong kepemimpinan dengan platform visi kebangsaan dan visi kenegaraan yang kuat.

Para pemimpin eksekutif dan legislatif seharusnya didorong untuk memiliki orientasi pada nilai Pancasila, agama, dan kepribadian bangsa.

Pemimpin yang terpilih dan diamanahi menjadi pengelola negara ini haruslah sosok negarawan yang lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan mampu membebaskan dari kooptasi berbagai kekuatan yang terus menerus bekerja membelokkan negara dari fungsi dan orientasi kepatuhan konstitusional (constitutional obedience).



Baca juga: Sebagian Peserta Muktamar Muhammadiyah akan Menginap di Masjid Colomadu

Agenda Muktamar ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah juga akan membahas tentang isu memperkuat ketahanan keluarga, reformasi sistem pemilu, suksesi kepemimpinan 2024, hingga evaluasi atas kebijakan deradikalisasi.

Isu-isu tersebut berkaitan dengan kebangsaan, tak hanya itu mereka juga akan mengangkat isu tentang memperkuat keadilan hukum, penataan ruang publik yang inklusif dan adil, serta regulasi sistem resiliensi bencana.

“Isu kemanusiaan universal kami akan membahas empat isu, pertama adalah membangun tata dunia yang damai dan berkeadilan, kemudian regulasi dampak perubahan iklim, mengatasi kesenjangan antarnegara, dan menguatnya senofobia,” beber Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti dalam jumpa pers beberapa waktu lalu.

Dia mengatakan materi-materi tersebut merupakan bagian dari upaya Muhammadiyah dalam memajukan Indonesia. Selain itu Hal itu dimaksudkan untuk membuat Muhammadiyah lebih berperan aktif dalam kehidupan kebangsaan.

“Muhammadiyah ingin hadir lebih aktif, berperan lebih konstruktif dalam kehidupan kebangsaan dan berperan dalam kehidupan internasional terutama dalam bidang-bidang yang berkaitan dengan perdamaian dan kemanusiaan serta pendidikan,” terang Mu’ti.

Baca juga:  22.000 Snack akan Dibagikan Saat Pembukaan Muktamar Muhammadiyah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya