SOLOPOS.COM - JIBI/Harian Jogja/SOLOPOS Ilustrasi

JIBI/Harian Jogja/SOLOPOS
Ilustrasi

Harian Jogja.com, BANTUL – Pentas berjudul Sakera di Auditorium Jurusan Teater Institut Seni Indonesia (ISI) keadilan dan kejujuran.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sakera, tokoh legenda mahsyur asal Pasuruan, Jawa Timur, dipentaskan dalam panggung teater oleh Martina Ari Saraswati, mahasiswi jurusan teater ISI, Minggu (7/7/2013), malam. Pementasan ini sekaligus menjadi salah satu syarat kelulusan Martina guna meraih gelar Sarjana Teater.

Martina sengaja memilih cerita Sakera, sebagai tugas akhir, karena ia lahir dan besar di Pasuruan, Jawa Timur. “Walaupun sejatinya Sakera ini banyak dikenal sebagai pahlawan dari Madura, ternyata tokoh ini juga seorang pahlawan Pasuruan,” katanya.

Asal nama Sakera ternyata sebelumnya ialah Sagiman, yang memiliki seorang saudara satu Bapak beda Ibu yaitu Semodi.

Kisah sakera ini di pentaskan dengan mengangkat spirit Teater Tradisi, di awali dengan tari Remo, kemudian kisah dimulai dengan dialog Dalang cerita yang mengisahkan asal mula Sakera.

Kisah berlatar belakang tahun 1860-an ini menggambarkan kehidupan saat penjajahan Belanda. Di sampan Madura ada dua orang kakak beradik yang bernama Karsa dan Karso, kemudian mereka bertemu dengan sahabatnya seorang dari Belanda yaitu Tuan Antonipa.

Di saat Tuan Antonipa hendak pulang ke Belanda, ia memberikan kenang-kenangan kepada Karsa Bouman berupa senjata api, sementara untuk Karso sebuah celurit. Kemudian Karso menikah, dan memiliki anak Sagiman dan Semodin, sementara Karsa tidak memiliki istri sampai ajal menjemputnya, sehingga Karsa mewariskan Bouman kepada Karso.

Ketika Sagiman dan Semodin hendak merantau ke Pasuruan, Karso kemudian mewariskan Bouman Pada Semodin dan Celurit pada Sagiman. Di perantauan Sagiman menemukan jodohnya, Leginter. Mereka menikah, namun saat Leginter hamil, kondisi ekonomi Sagiman merosot. Saat itu, pekerjaan Sagiman adalah Kek Cikar atau kernet.

Sagiman mengucapkan Sumpahnya. Jika anaknya lahir perempuan akan diberi nama Samirah yang artinya Sengsara, dan jika yang lahir laki-laki di beri nama Sakera. Namun anak mereka lahir tanpa tangisan dan meninggal dunia. Sejak saat itu, kondisi ekonomi Sagiman mulai membaik dan orang-orang memanggilnya dengan sebutan Pak Sakera, yang bekerja sebagai buruh angkut di Bangil Pasuruan.

Sakera sangat menjunjung tinggi keadilan dan kejujuran, bahkan Sakera tidak segan-segan membunuh orang-orang yang tidak berbuat adil terhadap kemanusiaan.

“Peristiwa Sakera mengajarkan pada penonton bagaimana seorang Sakera yang membela keadilan dan kejujuran untuk rakyat. Bahkan ia rela membunuh keponakannya sendiri karena sombong tahan bacok, dan suka memperkosa, karena ia tidak ingin keturunan keluarga Sakera tercemar namanya,” ucap Martina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya