SOLOPOS.COM - Kantor properti raksasa China, Evergrande (Istimewa)

Solopos.com, BEIJING—  Sebuah perusahaan properti raksasa asal China, Evergrande, bangkrut yang memicu terguncangnya saham Asia.

Sejumlah kalangan mengkhawatirkan krisis Evergrande bakal berdampak pada ekonomi global seperti kasus Lehman Brothers di Amerika Serikat tahun 2008 silam.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Evergrande saat ini tengah berupaya untuk melunasi bunga US$ 100 juta atau sekitar Rp1,4 triliun dan utang dengan jumlah fantastis, yaitu lebih dari US$ 300 miliar atau setara dengan Rp4.275 triliun (kurs dolar Rp 14.274).

Kegelisahan Pasar

Detik.com mengutip dari BBC, Selasa (21/9/2021), indeks Nikkei 225 Jepang ditutup 2,2% lebih rendah, hal yang sama juga terjadi pada indeks Hang Seng Hong Kong turun lebih dalam dari sebelumnya menjadi 0,5%.

Ekspedisi Mudik 2024

Kegelisahan di antara pasar juga datang karena ekonomi global masih belum pulih dari dampak virus corona.

Baca Juga: Selamat Jalan Prof Sahetapy, Pakar Hukum Perumus Rancangan KUHP 

Pada hari Senin (20/9/2021) kemarin indeks Dow Jones di AS berakhir lebih rendah 1,8%.

Diikuti Eropa dengan indeks Dax Jerman kehilangan 2,3%, dan Cac 40 di Prancis turun 1,7%.

Kasus Lehman Brothers

Meskipun jatuh baru-baru ini, Nikkei Jepang naik hampir 30% dibandingkan tahun lalu.

Michael Hewson dari CMC Markets mengatakan, potensi kebangkrutan Evergrande memberikan rasa takut akan momen yang terjadi di tahun 2008 yaitu bangkrutnya Lehman Brothers yang memicu krisis ekonomi global.

Baca Juga: Update Covid-19 Indonesia: Hari Ini Kasus Covid-19 Tambah 3.263 

“Ketakutan akan kebangkrutan Evergrande tampaknya mengarah pada kekhawatiran tentang momen Lehman (Brothers) di seluruh kawasan,” kata Hewson.

Selain itu, ada banyak kekhawatiran para investor. Investor juga khawatir bahwa Federal Reserve AS, yang bertemu pada hari Selasa dan Rabu, akan mengkonfirmasi rencana untuk mengurangi dukungan untuk ekonomi AS tahun ini.

Ekonomi Dibuka

Saham global telah reli (kenaikan harga saham) ketika ekonomi dibuka kembali.

Sementara bank sentral telah menyediakan triliunan dolar untuk memberikan dukungan pertumbuhan.

Ahli strategi di Morgan Stanley mengatakan, pihaknya memprediksi akan terjadi koreksi sebesar 10% dalam indeks S&P 500 Amerika karena The Fed mulai melepaskan dukungannya.

Mereka menambahkan bahwa tanda-tanda pemulihan dapat memperdalam penurunan itu hingga 20%.

Pendapat Lain

Namun, Kepala Strategi Pasar di TD Ameritrade, JJ Kinahan berpendapat lain.

Dia mengatakan, September merupakan bulan yang buruk bagi saham.

“Secara keseluruhan, September terus mempertahankan reputasi buruknya sebagai bulan terlemah dalam sejarah. Tapi itu tidak berarti tidak bisa rebound,” kata Kinahan.

“Sebagian besar investasi adalah tentang memilah-milah sinyal dan kebisingan. Meskipun ada kekhawatiran tentang situasi Evergrande yang menginfeksi pasar global, untuk investor jangka panjang, situasi ini mungkin hanya kebisingan,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya