SOLOPOS.COM - Foto ilustrasi. (Wahyu Darmawan/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, JAKARTA — Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) mencatat penurunan omzet hingga 40% menyusul berakhirnya masa transisi pemberlakuan Permenakertrans No.19/2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain.

Ketua Umum ABADI Wisnu Wibowo mengatakan penurunan omzet usaha-usaha jasa penyedia tenaga outsourcing itu disebabkan perusahaan pemberi kerja mulai membatasi pekerjaan alih daya. Perusahaan alih daya mulai merasakan penurunan omzet pada semester II/2013 atau menjelang masa transisi pemberlakuan permenakertrans tersebut selesai 18 November 2013.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Penurunan omzet tersebut, lebih kuat dirasakan saat Surat Edaran No.04/MEN/VIII/2013 tentang Pedoman Pelaksanaan dan petunjuk teknis dari Permenakertrans No.19/2012 itu diterbitkan pada 26 Agustus 2013,” ujarnya kepada Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI) di Jakarta, Rabu (30/10/2013).

Tercatat, hingga September 2013, omzet hanya tercapai sekitar Rp7 triliun. Padahal pada awal tahun, asosiasi itu memproyeksikan omzet mencapai sekitar Rp15 triliun. Omzet itu diraih dari perusahaan perusahaan pengguna alih daya yang bergerak di bidang finansial, telekomunikasi dan jasa-jasa yang lain.

Wisnu mengatakan, sejak awal tahun sebenarnya perusahaan pemberi kerja sudah mengalokasikan dana untuk pembiayaan jenis pekerjaan alih daya. Namun, anggaran masih ditahan karena menunggu kejelasan dari aturan tersebut.

Seperti diketahui, pemerintah membatasi jenis pekerjaan alih daya dengan Permenakertrans No.19/2012. Pada peraturan itu, disebut hanya lima jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan a.l. pelayanan kebersihan, catering, pengamanan, jasa penunjang tambang dan minyak serta usaha angkutan.

Dalam petunjuk teknis, jelasnya, perusahaan pemberi kerja harus melampirkan alur kerja yang dikeluarkan oleh asosiasi usaha. Penyampaian alur kerja tersebut untuk memudahkan indentifikasi core business dari sebuah perusahaan. “Jika bukan core-nya boleh dialihdayakan kepada perusahaan lain.”

Menurut Wisnu, penyampaian alur kerja dari perusahaan tersebut menjadi salah satu kendala diberlakukannya aturan tersebut. Selain alur kerja ditentukan oleh masing-masing perusahaan, banyak juga perusahaan yang tidak mempunyai asosiasi usaha. “Kondisi tersebut diklaim sangat mempengaruhi jalannya bisnis perusahaan pemasok tenaga kerja.”

Terkait terbitnya permenakertrans, asosiasi telah menyikapi dengan menggungat aturan tersebut. Asosiasi telah melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi karena tidak sesuai dengan Undang-undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Namun, asosiasi dengan jumlah anggota lebih dari 100 perusahaan itu belum mendapat keputusan berkekuatan hukum atas gugatan yang dilayangkan. “Pasalnya, UU No.13/2013 pun tengah ditinjau ulang secara hukum oleh DPR.”

Sementara itu, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Kemenakertrans Irianto Simbolon mengatakan permenakertrans tersebut sebenarnya untuk mengatur sistem kerja alih daya, bukan membatasi. “Pada intinya, ada dua cara untuk mengalihdayakan suatu pekerjaan ke perusahaan lain,” katanya.

Pertama, untuk pengalihdayaan lima jenis pekerjaan yang diatur dalam permenakertrans tersebut bisa melalui penyerahan kepada perusahaan jasa tenaga kerja (PPJT). Adapun yang kedua, bisa melalui penyerahan pekerjaan diluar core business kepada perusahaan lain melalui kontrak kerja borongan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya