SOLOPOS.COM - Iqbal Mochtar (JIBI/Harian Jogja/Dok)

Harianjogja.com, SLEMAN— Penyakit kardiovaskular, khususnya penyakit jantung koroner (PJK), merupakan penyakit yang memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Untuk mencegah merebaknya kardiovaskula, perlu dilakukan farmakologis (pengobatan) dan perubahan gaya hidup (non farmakologis).

Praktisi kesehatan Iqbal Mochtar mengatakan, perubahan gaya hidup mampu mencegah timbul dan memberatnya PJK dan major adverse cardiovascular events (MACE), seperti angina tidak stabil, infark miokard dan kematian. “Setiap individu memiliki kemungkinan mengalami PJK dan komplikasinya. Maka, perubahan gaya hidup yang lebih sehat harus dilakukan,” kata Iqbal Mochtar pada ujian terbuka program doktor bidang Ilmu Kedokteran di Fakultas Kedokteran UGM, Jumat (18/10/2013).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pada ujian ini, Iqbal mempertahankan disertasinya yang berjudul Pengaruh Program Perubahan Gaya Hidup Ide Konsulen Terhadap Faktor Risiko dan Risiko Kardiovaskular Mayor Pada Kelompok Penderita dan Bukan Penderita Penyakit Jantung Koroner.

Pada 2001, katanya, proporsi kematian kardiovaskular di Indonesia berkisar 26,3%. PJK bahkan menempati peringkat pertama penyebab kematian. Untuk mencegah PJK dan kejadian MACE dapat dilakukan tiga jenis penatalaksanaan. Meliputi, penatalaksanaan non-farmakologis, farmakologis dan tindakan tertentu.

“Di antara ketiga penatalaksanaan tersebut, upaya non-farmakologis melalui program perubahan gaya hidup merupakan komponen penting dan perlu diikutsertakan dalam setiap penatalaksanaan kelainan kardiovaskular,” jelasnya.

Tujuan penelitian itu, lanjut Iqbal, untuk mempelajari pengaruh program perubahan gaya hidup gabungan Ide Konsulen melalui gabungan presentasi video, konseling, pembagian materi cetak (brosur) dan follow-up lewat telepon selama Sembilan bulan. Penelitian dilakukan terhadap faktor risiko kardiovaskular dan risiko kardiovaskular mayor pada kelompok penderita dan bukan penderita PJK.

“Subjek penderita PJK diambil secara random dari 200 pasien di RS Harapan Kita, Jakarta. Adapun yang tidak menderita PJK diambil dari warga di sekitar RS tersebut. Setelah itu dibagi menjadi kelompok yang mendapat intervensi maupun non-intervensi,” kata dokter spesialis jantung di Qatar itu.

Program perubahan gaya hidup gabungan Ide Konsulen, sambungnya, memperbaiki faktor risiko kardiovaskular, baik pada kelompok penderita maupun bukan penderita PJK. Kelompok bukan penderita PJK mengalami perbaikan faktor risiko yang lebih besar dibanding kelompok PJK. Hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan risiko kardiovaskular mayor pada kelompok bukan PJK.

“Perbaikan yang terjadi pada kelompok penderita PJK dan bukan penderita PJK diperantarai oleh adanya perbaikan pola diet dan bukan oleh peningkatan aktivitas fisik atau perbaikan status merokok,” kata Iqbal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya