SOLOPOS.COM - Gula pasir yang dijual Tri Rohani di Pasar Beringharjo, Jogja masih di harga normal Rp13.000 per kg, Senin (19/9/2016). (Kusnul Isti Qomah/JIBI/Harian Jogja)

Pertumbuhan ekonomi DIY melambat dibanding tahun lalu

Harianjogja.com, BANTUL--Perekonomian DIY pada triwulan III 2016 tercatat melambat dibandingkan periode yang sama pada 2015. Aksi menahan pengeluaran oleh pemerintah disinyalir menjadi salah satu faktor penyebabnya. Namun, Indeks Tendensi Konsumen (ITK) DIY tertinggi secara nasional.

Promosi Primata, Permata Indonesia yang Terancam Hilang

Kepala BPS DIY Bambang Kristianto mengatakan, yang diukur  dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku triwulan III 2016 mencapai Rp28,3 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp22,4 triliun.

Perekonomian DIY Triwulan III 2016 tumbuh 4,7% atau melambat dibanding periode yang sama pada 2015 yang sebesar 5,3%.

“Ada perbedaan dengan dahulu, misalnya, tahun ini ada aksi menahan pengeluaran dari sektor pemerintahan seiring dengan pemangkasan Dana Alokasi Umum [DAU],” ujar dia kepada wartawan di BPS DIY, Bantul, Senin (7/11/2016).

Selain itu, perlambatan ini juga disebabkan hari raya Idulfitri yang jatuh pada waktu yang berbeda dibandingkan tahun sebelumnya. Kemudian, pembayaran gaji ke-13 dan 14 dibayarkan pada triwulan II.

Bersambung halaman 2

Pada kondisi perekonomian triwulan III, dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha informal dan komunikasi sebesar 8,3%.

Hal ini sejalan dengan kemajuan dunia online. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan didorong oleh komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga yang tumbuh 4,3% dengan memberikan andil pertumbuhan sebesar 2,6%.

Bambang mengungkapkan, meskipun melambat dibandingkan 2015, kondisi perekonomian DIY pada triwulan II bisa dibilang tumbuh melesat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 0,345.

Dari sisi produksi, pertumbuhan triwulan ini lebih disebabkan meningkatnya produksi lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan yang tumbuh sebesar 22,22%. Pertumbuhan juga didorong oleh aktivitas lapangan usaha konstruksi yang tumbuh 8,03%.

Sementara itu, dari sisi pengeluaran, pendorong utama pertumbuhan adalah meningkatnya komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 4,08% dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 9,08%. Di sisi lain, impor luar negeri tumbuh sebesar 25,12%.
Bersambung halaman 3


Adapun tiga urutan terbesar lapangan usaha yang memberikan kontribusi dalam struktur ekonomi DIY pada triwulan III 2016 yakni lapangan usaha industri pengolahan, lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan, serta lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum. “Ketiganya memberikan kontribusi sebesar 34,6 persen,” papar dia.

ITK Tertinggi
Indeks Tendeksi Konsumen (ITK) terbesar secara nasional yakni sebesar 115,02. Bambang menyebutkan, angka ini menggambarkan persepsi konsumen atau rumah tangga terkait kondisi ekonomi mereka selama triwulan berjalan yang berada pada taraf optimis (ITK>100). ITK triwulan III menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 108,98.

Bambang menyebutkan, masyarakat DIY selalu optimis karena salah satunya faktor budaya dan bentuk pemerintahan yang selalu stabil. “Kestabilan itu membuat DIY tetap menjadi tempat favorit bagi investor untuk berinvestasi. Sehingga orang DIY juga tidak terlalu gawat dengan perubahan harga,” papar dia.

Kepala BPS Suhariyanto  menyebutkan, ITK Indonesia sebesar 108,22 dan ada 18 provinsi yang memiliki ITK di atas ITK nasional. “ITK tertinggi tercatat di DIY sebesar 115,02 dan ITK terendah di Kalimantan Selatan sebesar 100,21,” ungkap dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya